MAKASSAR, UNISMUH.AC.ID – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti mengaku sengaja tidak memakai kopiah saat bersilaturahmi dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel dan Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.

Alasannya, ia tak ingin disebut NU. Tapi, NU yang dimaksud bukan organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) yang memang cukup identik dengan tradisi kopiah dan sarung.

“Mohon maaf, saya sengaja tidak pakai kopiah. Nanti disebut NU, alias Nutup Uban,” kelakar Mu’ti disambut tawa puluhan hadirin yang hadir di ruang rapat Senat Unismuh Makassar, Gedung Iqra lantai 17, Jl Sultan Alauddin Makassar, Sabtu, 8 Januari 2022.

Meski tak memakai kopiah, Abdul Mu’ti mengaku menyandang dua gelar Lc. Pertama, katanya, ia merupakan ‘Lulusan Corona’. “Saya pernah kena Corona tahun pertama, sekitar Desember 2020,” ujarnya

Lc yang kedua, Mu’ti menyebut dirinya ‘Lulusan Ciputat’. Ia memang mengajar di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terletak di Ciputat.

Suasana humoris inilah yang mewarnai jalannya silaturahmi yang dipandu Ketua PWM, sekaligus Rektor Unismuh Prof Ambo Asse.

Kiprah Kemanusiaan Muhammadiyah

Dalam silaturahmi ini, Mu’ti banyak menyinggung persoalan-persoalan kebangsaan, dan menguraikan langkah yang telah diambil Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk turut terlibat menyelesaikan berbagai persoalan tersebut.

Dalam menyelesaikan pandemi COVID-19, Muhammadiyah melibatkan 116 rumah sakit, dengan mengucurkan anggaran lebih dari satu triliun.

Keterlibatan Muhammadiyah di bidang Kesehatan, bukan sekadar bersifat reaktif dan sporadis. Persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini, memiliki 12 Fakultas Kedokteran di Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Dengan kata lain, kata Mu’ti, Muhammadiyah merupakan lembaga pencetak dokter terbesar di Indonesia. “Orang bisa saja tidak senang dengan Muhammadiyah, namun mereka tidak bisa membantah kiprah Muhammadiyah yang mencetak SDM Kesehatan yang tersebar di berbagai penjuru nusantara,” ucap Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Bahkan beberapa media internasional, kata Mu’ti, mulai menyadari bahwa organisasi keagamaan bukan hanya mengurusi persoalan spiritual, melainkan mampu memberikan dampak sosial yang nyata.

Bahkan hingga saat ini, Muhammadiyah masih terus mendampingi para penyintas gempa di Kabupaten Selayar yang terkena gempa berkekuatan 7,5 skala richter pertengahan Desember tahun lalu. Muhamamdiyah sedang membangun 250 hunian darurat bagi masyarakat yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa.

Gaya Kritik Muhammadiyah

Dengan cara itulah Muhammadiyah membangun bangsa, kata Mu’ti, bukan sekadar berteriak dan mengkritik Pemerintah. “Selama ini banyak yang bilang bahwa Muhammadiyah ini tidak kritis ke Pemerintah. Padahal, tidak semua Langkah yang dilakukan Muhammadiyah harus kita publikasikan,” kata Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah ini.

Mu’ti menyebut, AR Fachruddin saat memimpin Muhammadiyah di Era Orde Baru tidak pernah mengkritik Soeharto di depan umum. Namun, ia sering menulis surat kritik dengan menggunakan Bahasa Jawa Kromo, atau Bahasa Jawa dengan tingkat kehalusan yang tinggi.

Pada era kepemimpinan PP Muhamamdiyah saat ini, kata Mu’ti, model AR Fachruddin juga kerap digunakan.

“Saat menyampaikan masukan soal UU Omnibus Law, PP Muhammadiyah menemui Pak Jokowi memberikan masukan. Meski masukan tak semua masukan kami didengar, setidaknya ada 5 UU yang tidak jadi masuk Omnibus Law, termasuk urusan Pendidikan,” jelas Mu’ti.

Di hadapan para PWM dan petinggi Unismuh yang terdiri dari para Wakil Rektor, Dekan, dan Ketua Lembaga, Sekum PP Muhammadiyah terus memotivasi membangun tradisi unggul.

Selain hadir di Unismuh, Prof Mu’ti juga dijadwalkan memberikan pengajian dan nasihat perkawinan dalam acara pernikahan putri Prof Ambo Asse yang dijadwalkan akan berlangsung pada Ahad, 9 Januari 2022.

Leave a Reply