UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR — Udara, sebagai sumber kehidupan, tengah menghadapi ancaman serius di seluruh dunia. Krisis udara, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan menuntut solusi ilmiah yang inovatif. Menjawab tantangan ini, Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar melalui Fakultas Teknik menggelar Morning Class edisi keenam, Jumat, 18 April 2025, dengan mengusung tema “Peningkatan Pengelolaan Air Melalui Kolaborasi Internasional”.
Kegiatan yang menggandeng Gazi University, Turki, ini menghadirkan dua pembicara utama dari ranah teknik sumber daya air, salah satunya Dosen Fakultas Teknik Unismuh, Dr. Ir. Abd. Rakhim Nanda, MT., IPU. Dalam paparannya, Rakhim Nanda menekankan bahwa model hidrologi kini menjadi garda depan dalam membangun masa depan pengelolaan air yang berkelanjutan dan adaptif.
“Model hidrologi bukan sekadar simulasi teknis. Ia adalah representasi digital dari sistem air kita — jembatan penting antara data, prediksi, dan pengambilan keputusan berbasis sains,” ujar Rakhim Nanda di hadapan para peserta yang terdiri atas akademisi, mahasiswa, dan praktisi teknik dari dalam dan luar negeri.
Melalui materi bertajuk “Hydrological Modeling and Its Role in Sustainable Water Management”, Rakhim Nanda menguraikan bagaimana perangkat seperti HEC-HMS, SWAT, hingga MIKE SHE telah berkontribusi dalam simulasi aliran sungai, prediksi banjir, dan analisis dampak perubahan tata guna lahan terhadap kualitas air di Indonesia.
Ia mencontohkan penerapan model RRI (Rainfall-Runoff-Inundation) di DAS Citarum Hulu, yang memungkinkan simulasi banjir ekstrem berbasis data satelit, serta penggunaan HEC-HMS di Sungai Ciliwung untuk sistem peringatan dini banjir Jakarta. “Model-model ini telah terbukti mengubah pendekatan kita dari reaktif menjadi proaktif,” tegasnya.
Lebih jauh, Rakhim Nanda memperkenalkan tren terbaru dalam pemodelan hidrologi global: integrasi Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML) untuk memperbaiki akurasi prediksi, penggunaan data penginderaan jauh satelit seperti GPM dan SWOT untuk mengisi celah data, serta pemanfaatan sensor IoT real-time guna memperbarui model secara dinamis.
Menurutnya, transformasi digital ini membuka peluang lahirnya “smart water systems” yang tidak hanya mampu memetakan risiko secara lebih presisi, tetapi juga memungkinkan pengelolaan sumber daya air berbasis data real-time yang adaptif terhadap perubahan iklim.
“Kunci keberlanjutan adalah prediksi yang akurat dan kebijakan yang responsif. Model-model ini memungkinkan kita menguji skenario tanpa harus mengambil risiko nyata di lapangan,” katanya.
Pelajaran dari Turki
Sebagai pembicara tamu, Prof. Dr. Müsteyde Baduna Koçyiğit dari Gazi University, Turki, memperkuat narasi ini dengan membawakan materi “Innovative Approaches in Watershed Management”. Ia menyoroti pentingnya pemetaan spasial berbasis pendekatan statistik bivariate dan multi-kriteria dalam mengidentifikasi kawasan rawan banjir serta zona potensi air tanah.
Koçyiğit berbagi contoh aplikasi metode tersebut di kawasan rawan bencana di Turki, di mana teknologi pemetaan berbasis risiko kini menjadi fondasi dalam perencanaan tata ruang dan mitigasi bencana.
Diskusi antara kedua narasumber menyoroti satu benang merah: Kolaborasi internasional berbasis riset dan teknologi mutakhir menjadi kunci menjawab tantangan krisis air global.
Dipandu oleh Dr. Ir. Irnawaty Idrus, ST., MT., IPM., sesi diskusi berlangsung interaktif. Berbagai pertanyaan muncul, mulai dari tantangan ketersediaan data di negara berkembang, kebutuhan kapasitas sumber daya manusia di bidang hidrologi, hingga upaya menjembatani hasil model dengan pengambilan kebijakan publik.