March 31, 2025
JL. SULTAN ALAUDDIN NO. 259, Kec. Rappocini, Gunung Sari, Kota Makassar, 90221
BERITA KAMPUS

Biografi Ambo Asse Dibedah: Keteladanan, Konsistensi, dan Jejak Kepemimpinan Muhammadiyah Sulsel

UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar Muhammadiyah Studies Talk ketujuh, dengan mendiskusikan buku biografi Ketua PWM Sulsel, Ambo Asse di Aula Pusdam Sulsel, Selasa, 25 Maret 2025. Buku itu berjudul ‘Ambo Asse, Sang Penegak Purifikasi, Pendorong Dinamisasi’ dan dibedah oleh empat tokoh, yakni Direktur BPJS Kesehatan Andi Afdal Abdullah, Anggota DPR RI Ashabul Kahfi, Rektor Unismuh Makassar Abd. Rakhim Nanda, dan Ambo Asse sendiri.

Diskusi diawali dengan pengantar oleh Hadisaputra, Ketua MPI PWM Sulsel yang juga salah satu dari dua penulis buku itu, penulis lainnya adalah Eka Damayanti. Hadi bercerita, awal mula inisiatif penulisan buku termotivasi dari salah satu jurnal yang dibaca oleh Eka Damayanti, tentang mental anak muda akan lebih mudah termotivasi menata masa depan jika mengetahui biografi tokoh-tokoh besar.

Akhirnya, ide itu dibahas khusus saat rapat MPI bersama dengan sejumlah personalia yang hadir. Kesimpulannya, buku biografi yang akan ditulis akan menyasar tokoh-tokoh Muhammadiyah, salah satunya adalah Ambo Asse yang tengah menjabat sebagai Ketua PWM Sulsel.

Meskipun, kata dia, biografi itu khusus membahas Ambo Asse, sebelumnya telah terbit satu buku biografi yang merangkum keseluruhan kisah para ketua sebelumnya, mulai dari K.H. Abdullah yang menjabat Consoel Moehammadijah Celebes Selatan tahun 1931–1938 hingga Alwi Uddin yang menjabat pada 2010–2015.

“Buku ini adalah serial lanjutan, sebelumnya kami sudah menulis dan menerbitkan di Suara Muhammadiyah yang terbit di Musywil. Ketua-ketua PWM itu sudah tercover pada buku biografi itu,” tutur Hadi.

Hal lain, tutur Hadi, buku itu tak sekadar memuat cerita masa Ambo Asse menjabat Ketua PWM Sulsel, tetapi juga potret masa kecil, remaja, dewasa hingga penuturan dari istri dan anak-anaknya.

Setelah menyampaikan pengantar singkat, Andi Afhdal mengambil kesempatan sebagai pembedah pertama buku biografi Ambo Asse itu. Dalam setiap momen diskusi buku, Afdhal mengaku tak pernah menolak jika diminta, apakah menjadi pembedah atau penanggap. Asalkan, kata dia, buku yang dibahas berkaitan dengan biografi tokoh, termasuk Ambo Asse.

“Saya beberapa kali diminta mendiskusikan buku, saya lebih senang berdiskusi membahas biografi ketimbang kumpulan-kumpulan teori. Alasannya, pertama, sesungguhnya manusia mencintai cerita. Kita senang pada hal-hal yang sifatnya storytelling. Terlebih jika cerita itu ada orangnya. Biasanya kita bisa belajar bukan pada ide-idenya saja, tapi apa yang dilakukan,” tutur Afdhal.

“Kedua, secara prinsip, manusia itu selalu mencari role model, teladan. Buku biografi itu selalu menceritakan tentang tauladan,” imbuh dia.

Afdhal yang juga mantan aktivis IMM ini mengaku sangat senang menuliskan pengalaman-pengalaman hidupnya. Hal itu ia lakoni sejak masih berstatus mahasiswa di Universitas Hasanuddin (Unhas) hingga kini.

Menurut Afdhal, salah satu hal menarik dan membuatnya terkesan dalam buku Ambo Asse itu adalah bagian testimoni istrinya. “Di dalam buku ini ada testimoni dari istri, ‘kalau ada yang berkata macam-macam tentang kita, tapi tidak sesuai fakta, tidak perlu direspons’. Jadi salah satu alasan kita bisa bertahan adalah tidak harus aware terhadap hal-hal yang tidak begitu penting,” kata dia.

Ambo Asse Penutur Ulung

Ambo Asse adalah seorang akademisi dan organisatoris yang sangat cakap dalam bertutur. Salah satu keunikannya adalah ketika berdiri di atas mimbar atau mimbar publik, ia bisa bercerita banyak hal dengan durasi yang lama namun tetap sistematis.

Ambo Asse bisa sampai ke titik itu karena kaya pengalaman dan spesialisasi bidang studi. Hal itulah yang dielaborasi Ambo Asse sehingga layak disebut sebagai penutur ulung.

Demikianlah pengakuan Rakhim Nanda, saat mengambil bagian sebagai pembedah kedua setelah Afdhal. Ia juga mengaku kerap mendapati Ambo Asse merasa kesulitan ketika didaulat menjadi pembicara namun waktu yang diberikan hanya berdurasi belasan menit.

“Ambo Asse kekeh memilih jalannya dalam menempuh studi. Beliau ini terkadang berkomentar dan susah menerima kalau hanya diberi kesempatan bicara beberapa menit, karena tidak akan sampai pada kesimpulan. Saya selama bersama beliau, saya lebih banyak mencatat poin-poin penyampaian beliau ketimbang mencatat ide diri saya sendiri,” tutur Rakhim disambut tawa hadirin.

Tak hanya itu, hal unik lain yang dimiliki Ambo Asse adalah ketelatenannya dalam melakoni bidang studi Ilmu Hadits. Sehingga, kata Rakhim, Ambo Asse menjadi akademisi yang unggul pada disiplin ilmunya.

“Di ruangan ini, kalau ada yang bertanya tentang syariat sebagaimana Muhammadiyah, tidak akan ada yang lolos, pasti ada semua jawabannya,” tandas Rakhim.

Figur yang Teguh Pendirian

Pembedah ketiga dilanjutkan oleh Ashabul Kahfi. Ia menceritakan pengalamannya di beberapa momen, dan mendapati Ambo Asse sebagai sosok yang tegas dan teguh pendirian jika telah mengambil keputusan. Khususnya, Ambo Asse sebagai tokoh Muhammadiyah Sulsel.

“Saya mengingat bahwa beliau ini sangat kokoh dengan pendirian. Kalau sudah berpendapat, pokoknya tidak akan tumbang. Ini sangat jarang dimiliki oleh orang. di Muhammadiyah begitu juga, kala itu Ketua Majelis Dikdasmen, kerasnya sama, itu karakter tapi positif saja,” kata Kahfi.

Salah satunya adalah ketika PP Muhammadiyah memandat Ambo Asse menjadi Rektor Unismuh Makassar. Kala itu, kisah Kahfi, begitu banyak isu miring yang menghampiri Ambo Asse, namun hal itu tak membuatnya bergeming dan justru dibalas dengan prestasi.

“Ketika menjabat sebagai rektor, untuk pertama kalinya yah Unismuh Makassar mendapat predikat unggul, di tengah banyaknya hal-hal kontra, banyak protes, tapi beliau jalan terus. Hasilnya kita sudah sama-sama tahu, Unismuh unggul di masa Ambo Asse menjabat Rektor,” kata dia. Meskipun, Kahfi tak menafikan peran-peran pimpinan kampus sebelumnya.

Orang Tua, Peletak Fondasi Karakter Ambo Asse

Menanggapi ketiga pembedah itu, Ambo Asse mengaku jika karakter yang melekat pada dirinya tak lepas dari didikan orang tuanya.

Suatu ketika, tutur Ambo, ia berselisih paham dengan gurunya di tingkat sekolah dasar. Ia melayangkan protes saat mengikuti praktikum pelajaran agama.

“Waktu itu saya masih kelas enam SD, sudah berbeda dengan guru sendiri, soal tayammum, karena orang tua saya Muhammadiyah, sementara yang mengajari saya di sekolah itu bukan orang Muhammadiyah,” tutur Ambo tertawa kecil.

Tak cukup sampai di situ, ayah Ambo Asse juga telah membelajarkan dirinya memimpin jamaah salat saat masih duduk di bangku SD. Awalnya, Ambo memprotes, namun tetap dilanjutkan setelah menerima alasan yang menurutnya masuk akal.

“Pernah suatu kali jadi imam tarawih. Saya protes karena waktu itu masih SD. Orang tua saya menjawab, imam itu membelakangi jamaah, kamu kan sudah percaya diri menghadapi orang saat ceramah, kenapa jadi imam tidak. Padahal kan imam hanya membelakangi orang, sementara ceramah itu berhadap-hadapan, mestinya lebih pede jadi imam. Jadi begitulah orang tua saya mendidik,” kisah Ambo.

Bedah Buku

Momen Ambo Asse menanggapi para pembedah buku. (Sumber foto: AHZ)
Setelah itu, ia menanggapi klaim Rakhim yang menyebutnya sebagai salah satu penutur ulung di Muhammadiyah.

“Jadi seperti yang disampaikan tadi pak Rakhim, sekarang saya tidak bisa bicara panjang karena hanya menceritakan kembali diri saya,” kata Ambo sambil tertawa kecil.

“Suatu ketika saya pernah menghadiri halal bihalal, saya sudah duduk lama, ketika saya mau naik mimbar, saya dibisik sama panitia bicara lima menit, subhanallah, apa yang mau saya sampaikan lima menit. Makanya sekarang kalau ada undangan, saya konfirmasi, berapa lama saya harus bicara. Kenapa harus begitu, karena kita ingin menyampaikan hal-hal yang bermakna, dan itu tidak bisa jika waktunya sangat singkat,” jelas Ambo.

Tak lupa, ia menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada dua penulis yang telah merangkum kisahnya, mulai dari masa kecilnya, hingga sekarang sebagai Ketua PWM Sulsel.

Diskusi ditutup dengan penjelasan singkat Hadi tentang alasan Ambo Asse masuk dalam kategori tokoh besar alias The Great Man.

“Sejarawan asal Skotlandia, Thomas Carlyle punya teori The Great Man. Jadi ada empat indikator seseorang dikategorikan sebagai tokoh besar, pertama kharisma yang kuat, itu terbukti dan sudah tervalidasi oleh orang-orang yang memberikan testimoni dan bicara tadi. Kedua adalah visi yang jelas, itu sudah ditunjukkan di PWM dan di Unismuh Makassar. Ketiga adalah moralitas yang kuat dalam wujud integritas. Keempat adalah keberanian mengambil risiko, semuanya sudah tervalidasi. Karena itu, kami sebagai penulis berani mengatakan bahwa Ambo Asse adalah The Great Man, tokoh besar,” tutup Hadi.