NASIONAL

Kontroversi Pemanfaatan Dana Zakat untuk Program Makan Bergizi, Begini Ulasan Direktur Pendidikan Ulama Tarjih Unismuh Makassar

UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Baru-baru ini, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Sultan Bachtiar Najamudin, mengusulkan pendanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui dana zakat. Usulan ini menimbulkan polemik mengenai kesesuaian penggunaan dana zakat untuk program tersebut dalam perspektif syariah.

Direktur Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Unismuh Makassar, yang juga Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Dr. KH Abbas Baco Miro, membahas topik tersebut dalam kultum Dzuhur di Masjid Subulussalam Al-Khoory Kampus Unismuh Makassar, Kamis, 16 Januari 2025.

Ia mengawali ulasannya dengan mengutip QS At-Taubah, ayat 60, “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”

Dia menilai bahwa zakat memiliki aturan ketat mengenai pemanfaatannya. Sehingga jika dana zakat untuk Program Makan Bergizi Gratis akan menjadi perdebatan.

Salah satu penafsiran yang membolehkan adalah pandangan Dr. Yusuf Al-Qaradawi, yang memperluas cakupan asnaf zakat untuk kebutuhan pendidikan.

Peruntukan Zakat untuk pendidikan, kata Abbas, juga masuk dalam kategori fisabilillah. “Sebagaimana hadis menyebutkan, siapa yang keluar untuk menuntut ilmu, ia berada di jalan Allah. Oleh karena itu, pembiayaan bagi santri dan siswa yang menuntut ilmu adalah bagian dari fisabilillah,” ujarnya.

“Pengalaman kami ketika belajar di luar negeri, banyak mahasiswa yang mendapat bantuan dari badan zakat, termasuk bantuan biaya hidup. Misalnya, di universitas-universitas Islam seperti di Islamabad, terdapat alokasi zakat untuk mendukung mahasiswa,” ujarnya.

Namun, Abbas menekankan pandangan tentang pemanfaatan zakat untuk pendidikan masih beragam. Sebagian ulama membatasi fisabilillah hanya untuk mujahidin.

Untuk menghindari perdebatan tersebut, Abbas menawarkan alternatif lain untuk mendukung Program Makan Bergizi Gratis, misalnya melalui infak.

Mengenai infak, ada dua jenis. Pertama, infak Muqayyad, yakni donasi yang sudah ditentukan peruntukannya oleh donatur, misalnya untuk guru ngaji di masjid tertentu.

Kedua, Infak Mutlak, atau donasi yang tidak dibatasi peruntukannya, sehingga dapat digunakan untuk kebutuhan yang lebih luas, termasuk membantu non-Muslim yang membutuhkan.

Program pemerintah yang memberikan bantuan berupa makan bergizi gratis adalah salah satu bentuk nyata infak sosial. Program ini sangat bermanfaat, terutama bagi masyarakat kurang mampu yang memerlukan dukungan gizi yang baik.

Abbas mendorong pembahasan kerja sama lebih lanjut antara lembaga amil zakat, infak dan sedekah (LAZIS) dan pemerintah. Namun ia menekankan pentingnya transparansi dan pengawasan penggunaan dana. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan dana infak dan memastikan dampaknya benar-benar dirasakan masyarakat yang membutuhkan.

Exit mobile version