OPINI KAMPUS

Analisis Pengamat Ekonomi Unismuh: Tantangan Neraca Perdagangan Indonesia 2025

UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), Abdul Muthalib, memaparkan tantangan besar yang dihadapi neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2025. Tantangan ini muncul seiring dengan keanggotaan penuh Indonesia dalam forum ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) serta kebijakan proteksionis yang direncanakan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Abdul Muthalib menjelaskan bahwa kebijakan perdagangan Trump, yang dikenal proteksionis dengan penerapan tarif impor tinggi, dapat berdampak besar pada hubungan ekonomi Indonesia-AS. “Jika Trump memberlakukan tambahan tarif sebesar 10-20% pada barang impor, produk ekspor Indonesia ke AS akan terdampak langsung. Hal ini akan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar AS dan berpotensi mengurangi minat pembeli,” ungkap Abdul.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa sekitar 12-15% ekspor Indonesia ke China yang diekspor ulang ke AS juga berisiko terdampak. Ketergantungan Indonesia pada rantai pasok global semakin memperbesar tantangan yang dihadapi.

Menurut Abdul, kebijakan proteksionis AS dapat memicu perang dagang yang tidak hanya berdampak pada hubungan AS-China tetapi juga pada negara-negara lain, termasuk Indonesia. Kondisi ini diperkirakan akan memengaruhi investasi asing dan memperlambat pertumbuhan ekonomi domestik.

Untuk menghadapi tantangan ini, Abdul menyoroti pentingnya strategi diplomasi ekonomi yang kuat. Ia menyarankan pemerintah untuk memperkuat negosiasi perdagangan, termasuk memperbarui fasilitas Generalized System of Preferences (GSP), agar komoditas ekspor Indonesia tetap memiliki akses ke pasar AS tanpa hambatan.

Selain itu, diversifikasi pasar dianggap sebagai langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada AS. Menurut Abdul, Indonesia dapat memanfaatkan keanggotaan di BRICS untuk memperluas akses pasar dan menjalin kemitraan ekonomi baru dengan negara-negara seperti Rusia dan India.

“Keanggotaan Indonesia di BRICS memberikan posisi tawar yang lebih kuat dalam isu perdagangan global. Ini adalah peluang besar untuk mempererat hubungan ekonomi dengan negara-negara non-Barat di tengah tekanan proteksionis dari AS,” tambahnya.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjah Rasjid, menyambut positif keanggotaan ini dan menyebut BRICS sebagai peluang besar untuk kerja sama di bidang perdagangan, investasi, dan inovasi. “Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta, keanggotaan di BRICS dapat membawa perekonomian Indonesia menuju pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Arsjah.

Sebagai langkah strategis, Abdul Muthalib juga menggarisbawahi pentingnya inovasi dan peningkatan kualitas produk ekspor untuk menjaga daya saing di pasar global. “Inovasi dan peningkatan kualitas produk akan menjadi kunci dalam menghadapi ketidakpastian global akibat dinamika ekonomi baru ini,” tutupnya.

Exit mobile version