UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Universitas Muhammadiyah Makassar bakal mendirikan Observatorium di Lantai 18 Menara Iqra Unismuh Makassar. Hal tersebut disampaikan Rektor Unismuh Makassar Prof Ambo Asse saat memberikan sambutan pengantar dalam pemantauan hilal Bulan Zulhijjah 1422 H.
Acara itu digelar di puncak Menara Iqra, Kampus Unismuh Makassar, Jalan Sultan Alauddin, Sabtu (10/7/2021). Pemantauan ini belum berhasil melihat bulan, karena terhalang awan dan kabut. Berdasarkan hisab Majelis Tarjih dan Tajdid, ketinggian bulan di Makassar pada pukul 18.00 WITA, sudah mencapai 3 derajat, 14 menit dan 44 detik.
Kegiatan pemantauan hilal ini diikuti para Wakil Rektor I Unismuh Makassar Dr Abd Rakhim Nanda, Wakil Rektor II Dr Andi Sukri Syamsuri, Wakil Rektor III Dr Muhammad Tahir dan Wakil Rektor IV Mawardi Pewangi. Para Dekan dan Ketua Lembaga Tingkat Universitas juga turut hadir.
Menurut Ambo Asse, Unismuh melaksanakan pemantauan bulan, bukan karena sudah tidak meyakini ilmu hisab yang selama ini digunakan Muhammadiyah dalam penentuan awal bulan hijriyah, termasuk penentuan awal Idul Ramadan maupun Idul Fitri.
“Jangan dipahami Muhammadiyah akan beralih dari hisab ke rukyah. Tingkat kebenaran hitungan itu sudah meyakinkan. Misalnya dalam menentukan kapan gerhana matahari, gerhana bulan, sangat akurat waktunya. Hisab punya tingkat kebenaran yang tinggi,”
Kehadiran Observatorium nantinya, kata Ambo Asse, justru untuk memperkuat perhitungan ilmu hisab dengan observasi ilmiah.
Sejarah Ilmu Falak
Dalam sejarah Islam, kata Ambo Asse, ilmuwan-ilmuwan muslim terinspirasi dari sejumlah ayat-ayat al-Quran yang terus membicarakan bintang yang gemerlapan, bulan yang bercahaya, dan matahari yang bersinar.
Guru Besar Ilmu Hadits UIN Alauddin ini menjelaskan, setelah penduduk dan wilayah yang memeluk Islam semakin meluas, kebutuhan untuk menerjemahkan benda-benda langit semakin tinggi.
“Pada akhirnya lahirlah ilmu falak yang berkenaan dengan perhitungan arah kiblat, waktu salat, prediksi gerhana, dan pergantian bulan,” terang Ambo Asse.
Di Indonesia pengkajian ilmu falak terbilang cukup berkembang. Dalam lingkungan Muhammadiyah, kajian ilmu falak telah dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan.
Kiai Dahlan, lanjut Ambo Asse, memberikan contoh dengan mengukur ulang keakuratan kiblat masjid, salah satunya adalah Kiblat Masjid Gedhe Kauman. Dengan Ilmu falak, sang kiai membimbing umat kembali beribadah dengan arah kiblat yang tepat.
Wahana Wisata Edukasi
Wakil Rektor IV Unismuh Makassar Mawardi Pewangi, mengungkapkan bahwa selain sebagai instrument penguatan ilmu falak, Unismuh menargetkan observatorium yang akan dibangun nantinya, bisa berfungsi sebagai wahana wisata edukasi.
“Jika observatorium ini terwujud, maka akan menjadi yang pertama di Indonesia Timur.
Secara bertahap, kata Mawardi, pihaknya akan terus melengkapi alat-alat yang mereka miliki, termasuk teleskop yang bisa mengamati planet.
“Jadi nanti pelajar-pelajar yang mempelajari benda-benda langit, bisa datang kesini untuk melihat langsung hal-hal yang mereka pelajari secara teori di sekolah,” jelas mantan Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Unismuh Makassar ini.
Mawardi melanjutkan, demikian pula mahasiswa yang jurusan ilmu falak atau yang mengambil mata kuliah tersebut, dapat menjadikan Observatorium Unismuh sebagai tempat praktik.
Oleh karena itu, lanjut Mawardi, kehadiran observatorium yang akan dibangun Unismuh ini merupakan wujud apresiasi terhadap sains dan teknologi yang merupakan bagian dari peradaban dan peribadatan.
Selain di Unismuh, Muhammadiyah juga telah mendirikan dua observatorium. Di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dengan nama ‘Observatorium Ilmu Falak’, sedangkan di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, bernama Pusat Studi Astronomi (Pastron).