UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Terlahir sebagai perempuan dan besar di daerah pegunungan Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan, tidak membuat Sadriana Ayu (26 tahun) takut bermimpi.

Berbekal tekad, kerja keras, dan doa, anak dari pasangan Sabbang dan Susmiati Ida ini dapat menjadi wisudawan terbaik dua kali. Saat menyelesaikan S1 di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar tahun 2017, dan ketika wisuda S2 di Universitas Teknologi Malaysia (UTM) 2022).

Sadriana meraih gelar Master of Philosophy dalam bidang Teknologi Pendidikan, pada School Education, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UTM. Ia mengikuti wisuda di Johor – Malaysia, pada Ahad, 22 Mei 2022 kemarin.

Ia meraih gelar magister setelah menyelesaikan tesis tentang pengembangan kerangka untuk Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) dengan mengadaptasi model TAM (Technology Acceptance Model).

Masa Kecil

Sadriana lahir di Desa Leoran, Kabupaten Enrekang, 30 Juli 1995. Ia menikmati masa kecil di desa itu, dan menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 44 Leoran (2007). Beranjak remaja, ia awali saat duduk di bangku SMP Negeri 1 Enrekang, sejak 2007 hingga 2010.

Hingga menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Enrekang (2010-2013), semua berjalan mengalir, sebagaimana teman-teman sebayanya. Ia belum mengenal organisasi, serta prestasi akademik yang tidak begitu menonjol.

Namun masa ini tetap dikenangnya sebagai salah satu masa yang paling indah dalam hidupnya. Kisah masa remaja yang penuh tantangan, dan nuansa pencarian jati diri.

Setamat SMA, ia diberi izin untuk hijrah ke Makassar, melanjutkan kuliah di Universitas Muhammadiyah Makassar pada tahun 2013. Kampus ini memang telah cukup lama dikenal di kampungnya, Enrekang. Daerah ini merupakan salah satu basis organisasi dakwah Muhammadiyah sejak puluhan tahun lalu.

Di Unismuh, ia memilih Prodi Teknologi Pendidikan, sering disingkat Tekpen. Di Unismuh ia banyak berproses, secara akademik, intelektual, maupun dalam pengembangan kepemimpinan dan keorganisasian.

Jejak Prestasi Kemahasiswaan

Ia mengawali debut berorganisasi sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Sumber Daya Manusia Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Teknologi Pendidikan Unismuh Makassar (2014-2015). Selanjutkan mengemban Amanah sebagai Ketua Bidang Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unismuh Makassar (2015-2016).

Ia bukan hanya aktif organisasi mahasiswa intra kampus, ia juga pernah terlibat sebagai Anggota Bidang dalam kepengurusan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) FKIP Unismuh (2014-2015). Dalam organisasi mahasiswa daerah, ia pernah menjadi pengurus Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrengpulu (HPMM) Enrekang.

Untuk mengasah keterampilan meneliti dan menulis, Sadriana bergabung Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Kreativitas Ilmiah Mahasiswa Penalaran (LKIM-PENA) Unismuh Makassar. Sejak mahasiswa baru ia telah bergabung di lembaga ini, dan sempat menjabat sebagai Sekretaris Bidang Kewirausahaan dan Jaringan (2015-2016).

Melalui lembaga inilah, ia kerap mewakili Unismuh mengikuti berbagai lomba karya tulis ilmiah, baik pada skala regional maupun nasional. Beberapa juara yang pernah diraihnya, antara lain, Juara 1 Lomba Essay Momentum (2015), Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Ganesha, Universitas Brawijaya Malang (2014), dan Juara 3 Lomba Essay Universitas Negeri Jember (2014). Ia juga pernah menjadi Juara 2 Lomba KTI Bidang Pendidikan Kopertis Wilayah IX (2014), dan Finalis Lomba KTI HIV AIDS Universitas Negeri Yogyakarta (2016).

Sadriana juga menulis beberapa antologi buku. Beberapa diantaranya, Antologi Buku Wajah Pendidikan Indonesia diterbitkan Universitas Negeri Riau (2016), dan Antologi Buku Menenun Air Mata (2017).

Keterlibatan Sadriana dalam organisasi kemahasiswaan maupun keaktifannya mengikuti beragam lomba menulis, tidak membuatnya melupakan tanggungjawab akademik sebagai mahasiswa. Terbukti, saat menyelesaikan S1 tahun 2017, ia berhasil meraih predikat sebagai wisudawan terbaik tingkat fakultas maupun universitas di Unismuh Makassar.

Prestasi itu membuatnya berhak memeroleh beasiswa S2 yang ditanggung penuh oleh Unismuh Makassar, sekaligus diangkat menjadi dosen persyarikatan di kampus almamaternya.

Berproses di Universitas Teknologi Malaysia

Sadriana memutuskan melanjutkan pendidikan ke Universitas Teknologi Malaysia (UTM). Ia mengakui, keputusannya memilih kampus itu atas dorongan Erwin Akib PhD, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unismuh Makassar. Erwin Akib juga merupakan alumni S3 di kampus itu.

Meski sudah berpengalaman menjadi mahasiswa terbaik saat kuliah S1 di Makassar, Sadriana mengaku tetap mesti beradaptasi dengan kultur kedisiplinan di kampus UTM

“Memang kedisiplinan belajar di sana tinggi, sehingga mulai dari masuk kelas, presensi kehadiran dan tugas punya masing-masing waktunya. Kami juga lebih banyak dituntut mengakses tugas-tugas itu secara online,” jelas Sadriana.

Proses adaptasi lainnya yang cukup menantang di UTM, lanjut dosen Unismuh ini, adalah proses belajar yang berpusat pada mahasiswa. “Kami dituntut megembangkan materi dan belajar mandiri dalam proses perkuliahan.”

Sadriana mengaku sempat grogi, saat kelas perkuliahannya digabung dengan mahasiswa S3. Belum lagi peserta kelasnya berasal dari berbagai negara. “Dari semua kelas yang saya ikuti memang saya adalah mahasiswa yang termuda, sehingga dianggap adik dan bahkan banyak yang menganggap saya anak karena terpaut usia yang jauh,” ungkapnya.

Namun ia bisa mengubah tantangan tersebut menjadi peluang. “Keuntungan menjadi yang termuda adalah menjadi pusat perhatian teman satu kelas dan dosen, sehingga memudahkan untuk berinteraksi dan berdiskusi secara luas,” jelas Sadriana mengenang proses perkuliahan yang ia lalui di UTM.

Selain beradaptasi dengan suasana kelas, Sadriana juga mesti beradaptasi dengan budaya di Johor, Malaysia. “Yang cukup berat saya rasakan tentu jauh dari keluarga. Dulu waktu kuliah di Makassar, kalau rindu keluarga, bisa pulang kampus. Cukup 5 jam perjalanan,” pungkasnya.

Sadriana memilih tak larut dengan kesepian karena jauh dari keluarga. Ia berupaya memanfaatkan dengan baik lingkaran pertemanan yang luas untuk membuka cakrawala berpikir.

Ia juga tetap menyalurkan hobi berorganisasinya, meski di tengah kultur akademik yang cukup ketat. Sadriana sempat bergabung menjadi pengurus Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di UTM (2018-2019). Demikian pula komitmennya untuk senantiasa terlibat dalam kegiatan dakwah, membuatnya tetap terlibat sebagai pengurus Nasyiatul Aisyiyah Kuala Lumpur (2019-2021) dan Anggota Ikatan Muslim Johor (sejak 2019).

Beradaptasi dengan proses perkuliahan dan budaya setempat, bukan berarti tantangan telah berakhir. Tantangan terberat itu tiba, saat ia sedang menyelesaikan tesis.

“Saya harus menyelesaikan tesis dengan jumlah sampel 525 orang dan 3 orang dosen internasional yang berasal dari Australia, Pakistan dan Singapura. Mereka adalah pakar yang memberikan komentar tentang framework yang saya kembangkan,” jelas Sadriana.

Frame tersebut, lanjutnya, diadaptasi dari model TAM (Technology Acceptence Model). “Proses ini menelan waktu 1 tahun 10 bulan untuk menyelesaikan sampai akhirnya mendapatkan nilai B1 dengan minor corrections,” jelasnya dengan gestur penuh rasa syukur.

Menurutnya, proses tersebut takkan mudah ia lalui, tanpa campur tangan Tuhan yang maha kuasa. “Terima kasih untuk kedua orang tua saya, atas dukungan dan doa yang terus mengalir,” lanjutnya dengan ucapan terbata-bata.

Ia juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Pimpinan Unismuh Makassar yang telah memberikan beasiswa penuh hingga menyelesaikan studi magister di UTM.

“Terima kasih setinggi-tingginya seluruh sivitas akademika Unismuh Makassar, dari pimpinan, staf, sampai pada pimpinan prodi yang selalu siap membantu dalam perjalanan penyelesaian saya. Semoga Allah membalas budi baik mereka semua dengan lebih baik.”

“Secara khusus, saya juga menyampaikan terima kasih kepada Pak Dekan FKIP Unismuh yang memberikan petunjuk agar saya memilih melanjutkan studi di UTM,” sambungnya.
Sadriana mengaku menemukan hal baru setelah berproses dan meraih gelar “Master of Philosophy” dalam bidang teknologi pendidikan di UTM.

“Banyak hal baru yang saya dapatkan, termasuk proses perkuliahan, media dan metode yang digunakan dalam perkuliahan. Setelah kembali, banyak yang saya terapkan kembali di Unismuh selama mengajar dan berbaur dengan orang lain.

Apresiasi Pimpinan Unismuh

Rektor Unismuh Makassar Prof Ambo Asse juga memberi apresiasi. “Sebagai Rektor, saya ucapkan selamat kepada Ibu Sadriana Ayu. Prestasi ini membuktikan bahwa dosen Unismuh Makassar adalah pendidik berkualitas. Kualitasnya teruji oleh kampus di luar negeri,” ungkap Ambo.

Nakhoda Unismuh itu berharap agar Sadriana dapat mengoptimalkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki untuk memperkuat proses pembelajaran di Unismuh Makassar.

Dekan FKIP Unismuh Erwin Akib PhD mengaku sangat bangga, salah satu dosennya bisa bersaing di level internasional.

“Menjadi kesyukuran bagi kita di FKIP Unismuh karena SDM kita bisa bersaing secara global. Ini bagi kami tentu menjadi kebanggaan tersendiri, karena saat S1, Dik Sadriana merupakan Wisudawan terbaik, dan S2 di luar negeri, juga sebagai wisudawan terbaik. Sekali lagi saya ucapkan selamat, ” tutupnya.

(Humas Unismuh)

Leave a Reply