UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR — Dosen Program Studi Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Wahyuddin, S.Pd., M.Ed, baru saja mengantongi kabar bahagia: dirinya diterima sebagai mahasiswa program doktor (S3) di Huazhong University of Science & Technology, China, salah satu universitas papan atas yang kerap dijuluki MIT of China.
Hal itu diungkapkannya saat dihubungi melalui WhatsApp pada Ahad, 14 September 2025.
Bagi Wahyuddin, kabar itu bukan sekadar capaian pribadi. “Peluang ini saya anggap sebagai amanah dan ruang berjejaring internasional. Harapannya, bisa membuka pintu kerja sama lebih luas bagi kampus tercinta, Unismuh Makassar,” tuturnya.
Jejak Akademik dan Pengabdian
Perjalanan Wahyuddin menuju China penuh lika-liku. Setelah menyelesaikan studi magister pada 2019, ia mengabdikan diri di Unismuh, khususnya di bidang kemahasiswaan di bawah naungan Wakil Rektor III melalui Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA). Dari sanalah, ia ditempa menghadapi tuntutan prestasi mahasiswa baik di tingkat nasional maupun internasional.
“LPKA itu wadah bertumbuh bagi saya. Di situ saya belajar arti berjuang, menghadapi tantangan, sekaligus mendampingi mahasiswa untuk meraih prestasi. Pengalaman itu membentuk perspektif saya sebagai akademisi sekaligus calon pemimpin muda,” katanya.
Selain aktivitas kelembagaan, Wahyuddin dipercaya menjadi dosen Persyarikatan di Prodi Teknologi Pendidikan FKIP. Dari ruang kelas hingga forum internasional, ia memupuk keyakinan bahwa peningkatan kapasitas diri, termasuk studi doktoral, adalah keniscayaan.
Motivasi dan Pilihan Kampus
Alasan memilih Huazhong University of Science & Technology tidak lepas dari reputasinya. Kampus itu konsisten masuk 10 besar universitas terbaik di China dan terkenal dengan kekuatan riset teknologi. “Homebase saya di teknologi pendidikan. Jadi pilihan kampus yang memang menjadikan teknologi sebagai pilar utama terasa sangat relevan,” jelas Wahyuddin.
Motivasinya kian menguat saat berhasil meraih ASEAN-China Young Leaders Scholarship. Beasiswa ini ia pandang bukan hanya sebagai tiket pendidikan, tetapi juga sarana membangun jejaring internasional. “Kesempatan berjejaring itulah yang menjadi motivasi utama. Dengan jaringan itu, Insya Allah bisa memberi manfaat balik ke kampus dan mahasiswa kita di Makassar,” ujarnya.
Inspirasi dan Tantangan
Dorongan untuk melanjutkan studi doktoral, diakuinya, juga datang dari lingkungan sekitar. “Ketika melihat teman-teman melanjutkan studi, baik di dalam maupun luar negeri, saya ikut termotivasi. Saya sempat mencoba peluang di Arab Saudi dan Austria. Ternyata takdir membawa saya ke negeri tirai bambu,” ucapnya.
Namun, jalan menuju beasiswa tidak mudah. Wahyuddin harus berjuang selama tiga tahun. Dukungan keluarga, kolega di LPKA, dan rekan-rekan sejawat di Prodi Teknologi Pendidikan menjadi penopang utama. Bahasa Inggris dan Mandarin menjadi tantangan tersendiri. “Keduanya bahasa kunci untuk studi di sana. Banyak latihan, banyak praktik, dan menyisihkan waktu khusus setiap hari adalah cara saya bertahan,” katanya.
Mahasiswa Indonesia di Kancah Global
Dalam pandangan Wahyuddin, tantangan utama mahasiswa Indonesia di level internasional adalah keterlibatan dalam riset global. “Kita dituntut lebih kritis, melek teknologi, dan rajin membaca referensi. Itu modal utama untuk menghasilkan gagasan solutif, baik bagi Indonesia maupun untuk kampus kita sendiri,” tegasnya.
Ia berharap, langkahnya bisa menjadi pemantik bagi mahasiswa dan alumni Unismuh Makassar. Bahwa berkompetisi di level global bukanlah mimpi jauh, melainkan sebuah keniscayaan jika diiringi kerja keras, disiplin, dan jejaring yang luas.