UNISMUH.AC.ID MAKASSAR – Di tengah dorongan kuat untuk mengejar prestasi akademik, peringkat internasional, dan adaptasi cepat terhadap teknologi digital, perguruan tinggi kerap diuji pada satu pertanyaan mendasar, apakah pendidikan masih dimaknai sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya, atau sekadar produksi capaian akademik yang terukur? Pertanyaan ini menjadi semakin relevan ketika kecerdasan buatan (artificial intelligence) menawarkan kemudahan, tetapi sekaligus membuka ruang baru bagi pengikisan etika dan tanggung jawab intelektual.
Isu tersebut menjadi fokus dalam wawancara eksklusif Kompas TV Makassar bersama Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr. Ir. H. Abd Rakhim Nanda, ST, MT, IPU, yang ditayangkan pada Program SAPA SULSEL pada Senin, 30 Desember 2025. Dialog dipandu Wartawan Kompas TV Hendra Bakti.
Berikut ulasan lengkap wawancaranya:
Host: Terima kasih sudah hadir. Kita tahu mahasiswa hari ini berlomba meraih prestasi akademik, tetapi pendidikan karakter kadang dianggap nomor dua. Menurut Bapak, posisi pendidikan karakter di perguruan tinggi saat ini seperti apa—masih utama atau mulai terlupakan?
Rektor: Di Unismuh, karena kami perguruan tinggi Islam dan berbasis Muhammadiyah, pendidikan karakter tetap menjadi fokus utama. Itu bagian dari filosofi pendidikan, akhlak adalah inti. Bahkan dalam dunia kerja sekarang, sering kali yang diprioritaskan justru etika dan integritas. Prestasi akademik kadang berada setelahnya. Karena itu, pendidikan karakter, yang dalam istilah umum dikenal sebagai pendidikan etika—harus dinomorsatukan.
Host: Dalam interaksi Bapak dengan mahasiswa, karakter apa yang paling mengkhawatirkan dan perlu menjadi perhatian serius?
Rektor: Beberapa hal yang terlihat: pergaulan yang terlalu terbuka bisa menggeser akar budaya, termasuk budaya malu yang dulu kuat. Paparan informasi yang tidak sehat dapat memengaruhi kejujuran, orang bisa menutupi kesalahan dengan ketidakjujuran, lalu melakukan ketidakadilan untuk menutupinya. Ini kemudian menggeser nilai tanggung jawab. Ditambah gaya hidup konsumtif dan serba instan, itu juga bisa berpengaruh pada cara berpikir akademik.
Host: Nah, bicara era sekarang, penggunaan AI juga menjadi tantangan baru. Apa catatan Bapak soal AI dalam dunia mahasiswa?
Rektor: AI bisa membantu dan mempercepat pekerjaan. Tetapi kalau mahasiswa tidak mandiri mengasah kemampuan berpikir dan inovasinya, lalu bergantung penuh pada AI, itu membahayakan. Produk belajar bisa jadi tidak kuat validasinya, terutama dari sisi sumber. Karena AI mengolah apa yang pernah diunggah ke internet, maka mahasiswa tetap harus kritis dan melakukan verifikasi.
Host: Lalu peran kampus di posisi mana untuk merespons fenomena karakter mahasiswa yang mengkhawatirkan ini?
Rektor: Kuncinya kembali pada penguatan nilai karakter, dan itu dilakukan sejak dini. Di Unismuh ada pembinaan sejak semester 1, misalnya Darul Arqam, latihan kepemimpinan dasar, yang wajib untuk seluruh mahasiswa. Muatannya dominan etika. Setelah itu, mahasiswa diarahkan mengejar prestasi akademik berbasis etika, sehingga aturan main menjadi panduan dalam persaingan akademik.
Host: Selain mahasiswa, bagaimana dengan dosen? Apa yang perlu dibenahi dari sisi pendidik?
Rektor: Dosen harus menjadi uswah atau teladan. Dalam konteks AI, dosen juga perlu pendekatan edukatif, mengajarkan cara bertanya yang benar kepada AI, lalu menekankan bahwa setelah AI memberi jawaban, mahasiswa harus melakukan verifikasi. Harus dicek sumbernya, ditelusuri literaturnya. Ini bisa diperkuat dengan logbook atau jurnal agar proses berpikir terekam.
Host: Banyak yang khawatir AI membuat plagiarisme makin sulit dideteksi. Benarkah demikian?
Rektor: Sekarang relatif lebih ringan. Tidak terlalu sulit mengenali karya yang murni “dipasok” oleh AI.
Host: Karakter apa yang paling prioritas ditanamkan kepada mahasiswa sesuai dinamika hari ini?
Rektor: Induknya adalah integritas dan tanggung jawab, integrity and responsibility. Ini harus dikuatkan sejak awal agar mahasiswa berada di jalur yang benar. Di Unismuh ini menjadi kebijakan yang ditetapkan dalam regulasi pembinaan kemahasiswaan. Lalu diberlakukan reward and punishment, yang berprestasi diberi penghargaan, yang melanggar aturan diberi sanksi.
Host: Contoh pelanggaran yang ditindak itu seperti apa?
Rektor: Macam-macam. Di akademik ada plagiarisme dan ada tingkatannya—sanksinya juga bertingkat. Tetapi yang tidak ditoleransi adalah pelanggaran moral berat, seperti pelecehan seksual. Lalu tindakan yang mengganggu ketertiban umum sampai menimbulkan kekacauan. Misalnya menghambat arus kendaraan total saat menyampaikan aspirasi, membakar ban di jalan, atau praktik perploncoan liar yang berlebihan hingga ada kontak fisik yang menyebabkan cedera. Jika itu jelas, sanksinya jelas. Tapi terus terang saya tidak bangga memberi sanksi; itu bukan hal yang membahagiakan.
Host: Apakah selalu langsung sanksi, atau ada tahapan pembinaan dulu?
Rektor: Ada tingkatan. Pelanggaran ringan bisa sanksi ringan seperti teguran. Tetapi untuk pelanggaran yang sudah melewati batas, perusakan, perploncoan berlebihan, bullying yang melanggar kemanusiaan dan keselamatan, itu tidak bisa ditoleransi.
Host: Pendidikan karakter tidak bisa hanya dibebankan ke kampus. Bagaimana pembagian peran kampus dan keluarga menurut Bapak?
Rektor: Saya sangat setuju. Mahasiswa masuk perguruan tinggi setelah dewasa; karakter sudah dibentuk sejak kecil oleh keluarga dan lingkungan. Kalau orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada kampus dan hanya menyalahkan kampus ketika ada masalah, itu keliru. Namun di Unismuh, kami membangun suasana kekeluargaan: mahasiswa dipanggil “Ananda”, dosen seperti “Ibu/Ayah”. Itu bukan sekadar panggilan, tapi muatan perhatian bahwa kampus adalah keluarga besar setelah mereka meninggalkan rumah.
Host: Bagaimana peran organisasi dan pengabdian masyarakat dalam pembentukan karakter mahasiswa?
Rektor: Organisasi jelas berpengaruh besar dalam membentuk karakter. Tapi mahasiswa punya tipologi: ada yang kuat akademik saja, ada yang bisa mengombinasikan akademik dan organisasi, ada juga yang meninggalkan akademik demi organisasi. Kami selalu ingatkan: tujuan utama orang tua menitipkan anaknya ke kampus adalah belajar formal dan pulang membawa ijazah. Jadi organisasi dianjurkan, tetapi jangan mengorbankan akademik. Jika harus memilih, dan mahasiswa tidak punya kapasitas mengatur waktu, energi, atau sumber daya, maka akademik harus diprioritaskan. Meski begitu, ada kegiatan wajib: latihan kepemimpinan dasar.
Host: Bagaimana mengukur keberhasilan pendidikan karakter yang dilakukan kampus?
Rektor: Secara sosial itu terlihat, cara menyapa, ramah, senyum, salam, empati. Banyak mahasiswa memang sudah punya bekal dari keluarga. Tetapi kalau terlihat perubahan yang seragam pada mayoritas mahasiswa, pola pergaulan yang sama, itu menunjukkan bentukan lingkungan kampus. Lebih jauh, kemampuan empati kepada sesama biasanya tampak lebih “terkemas” secara akademis. Dan jangan lupa, banyak mahasiswa kita juga tampil sangat dewasa dan membanggakan, dengan prestasi dan etika yang bagus.
Host: Terakhir, bagaimana cara menyadarkan mahasiswa bahwa karakter itu sama pentingnya dengan kepintaran?
Rektor: Dalam jangka pendek, sampaikan bahwa mereka sulit bersosialisasi dalam komunitas akademik kalau karakternya tidak baik. Dalam jangka berikutnya, gambarkan dunia kerja: mereka akan bertemu banyak tipe orang, sehingga harus mampu membawa diri dengan karakter yang baik—yang bisa diterima di banyak situasi. Dan bagi yang beragama, ada dimensi lebih besar: hidup tidak berhenti hari ini; ada pertanggungjawaban di hari kemudian.
Host: Bapak sudah lebih dari setahun memimpin Unismuh. Capaian apa yang ingin Bapak soroti?
Rektor: Alhamdulillah, kami bersyukur karena sivitas akademika bisa bekerja sinergi. Unismuh terakreditasi unggul. Kami juga mensertifikasi lembaga-lembaga melalui ISO untuk sistem manajemen pendidikan (ISO 21001:2018). Dari sisi akuntabilitas, kami lakukan audit berlapis hingga kantor akuntan publik dan mendapatkan opini WTP. Unismuh juga mulai merambah rekognisi internasional melalui sejumlah pemeringkatan. Di tingkat LLDikti, kami memperoleh 18 penghargaan dan apresiasi, dan untuk mahasiswa, kami memberikan apresiasi melalui Student Awards kepada ratusan mahasiswa berprestasi dari level kampus hingga internasional.
Dialog eksklusif ini menegaskan bahwa prestasi akademik harus berjalan seiring dengan pembentukan karakter. Unismuh menempatkan integritas dan tanggung jawab sebagai inti, memperkuat pembinaan sejak awal, membangun keteladanan dosen, serta menyiapkan ekosistem reward–punishment yang tegas namun tetap edukatif.

