UNISMUH.AC.ID, SINJAI — Sejumlah akademisi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar menggandeng petani kopi dan kelompok wanita tani (KWT) di Desa Bonto Tengnga, Kecamatan Sinjai Borong, Kabupaten Sinjai, untuk memperkuat kapasitas mereka dalam mengembangkan produk hilir berbasis kopi. Kegiatan sosialisasi ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan kemandirian ekonomi desa berbasis potensi lokal.
Program yang digagas oleh tim pengabdian masyarakat ini berfokus pada dua kelompok utama: Kelompok Tani Kopi Balantieng, yang memiliki lahan seluas sekitar 50 hektare dengan 26 anggota, serta Kelompok Wanita Tani Persatuan yang beranggotakan 30 orang. Keduanya menjadi mitra utama dalam pengembangan kualitas produksi, inovasi pascapanen, dan diversifikasi olahan kopi seperti keripik, kemasan produk, serta penguatan wirausaha perempuan.
Ketua tim, Dr. Muh. Arief Muhsin, M.Pd, menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat tani di Sinjai tidak lagi cukup berhenti pada peningkatan hasil panen. Tantangan masa depan, katanya, terletak pada kemampuan masyarakat menguasai rantai nilai hingga hilir.
“Kami ingin petani tidak hanya menjual biji kopi mentah, tetapi mampu mengolah, mengemas, dan memasarkan produk secara mandiri. Inilah makna kemandirian ekonomi desa yang kami dorong,” ujar Arief saat dikonfirmasi, Senin, 3 November 2025.
Menurutnya, hilirisasi menjadi kunci agar petani tidak terjebak pada fluktuasi harga di tingkat pengepul. Dengan pemahaman teknologi pascapanen dan pengemasan, nilai jual produk bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat.
Sinergi Akademisi dan Pemerintah Desa
Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Makassar dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui skema hibah pemberdayaan desa tahun 2025.
Kepala Desa Bonto Tengnga, Bakhtiar, SE, turut mendukung penuh inisiatif ini dan menilai kegiatan tersebut sebagai langkah strategis dalam menumbuhkan ekonomi lokal.
“Kami berharap program ini bukan sekadar pelatihan, tetapi juga pendampingan berkelanjutan agar hasilnya benar-benar terasa bagi petani dan perempuan desa,” tutur Bakhtiar.
Arief menambahkan bahwa pendampingan dilakukan secara bertahap selama tiga tahun, mencakup pelatihan teknologi pengolahan kopi, manajemen usaha mikro, hingga digital marketing. Pada tahun pertama, fokus diarahkan pada peningkatan kualitas biji dan teknik roasting sederhana; tahun kedua memperkuat inovasi produk turunan; dan tahun ketiga menyiapkan koperasi usaha bersama.
Perempuan Desa sebagai Motor Hilirisasi
Keterlibatan Kelompok Wanita Tani Persatuan menjadi aspek penting dalam program ini. Mereka tidak hanya dilatih membuat produk olahan seperti kopi kemasan dan makanan ringan berbasis kopi, tetapi juga dibekali kemampuan promosi digital agar mampu menjangkau pasar yang lebih luas.
“Perempuan desa memiliki potensi besar dalam wirausaha lokal. Dengan keterampilan yang tepat, mereka bisa menjadi motor penggerak ekonomi rumah tangga dan desa,” kata Arief.
Menurutnya, pemberdayaan perempuan di sektor pertanian dan pengolahan hasil bumi menjadi strategi kunci dalam mengurangi ketimpangan ekonomi desa.
Program hilirisasi kopi di Bonto Tengnga diharapkan menjadi model bagi desa-desa lain di Sulawesi Selatan yang memiliki potensi komoditas serupa. Selain membuka peluang ekonomi baru, inisiatif ini juga memperkuat identitas lokal dan semangat gotong royong antarwarga.
“Kopi bukan sekadar hasil bumi, tetapi simbol kerja keras dan kebersamaan. Bila masyarakat mampu mengelola dari hulu ke hilir, desa tidak hanya produktif, tapi juga berdaulat secara ekonomi,” tutup Arief.

