(Profil Wakil Rektor III Unismuh Makassar, Dr. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I.
UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR — Di tengah derap kompetisi daya saing global kampus, Dr. Mawardi Pewangi M.Pd.I hadir bagai penjaga mercusuar. Setelah dilantik sebagai Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, pada Selasa, 8 April 2025, pria kelahiran Enrekang, 31 Desember 1962 ini mengemban misi khas: memastikan napas dakwah dan kaderisasi tetap hidup di jantung kampus. Di bawah kepemimpinannya, bidang Kemahasiswaan, Alumni, Kaderisasi, dan Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) tidak sekadar urusan administrasi, melainkan upaya membentuk insan berintegritas.
Berakar di Pesantren dan Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah
Lingkungan pesantren membentuk Mawardi sejak dini. Nilai-nilai keislaman yang kental itu ia bawa hingga ke bangku kuliah, di mana ia aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Jejak pengabdiannya terus mengular: dari aktivis kampus hingga duduk di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan selama beberapa periode.
Jenjang pendidikan tinggi dimulainya di IAIN Alauddin Makassar (S-1), lalu berlanjut ke S-2 dan S-3 di Unismuh. “Kaderisasi bukan sekadar program, tapi proses menanamkan nilai yang berkelanjutan,” ujarnya.
Sebelum menjadi Wakil Rektor III, Mawardi telah berpengalaman memimpin. Ia pernah menjabat Wakil Dekan, hingga Dekan Fakultas Agama Islam (FAI). Periode sebelumnya, ia telah dipercaya sebagai Wakil Rektor IV. Pengalaman itu mengasah kemampuannya menyelaraskan tuntutan birokrasi dengan visi keislaman.
Di tangan Mawardi, FAI menjadi laboratorium kaderisasi, melahirkan lulusan yang tak hanya kompeten secara akademik, tetapi juga berkomitmen pada nilai Muhammadiyah.
Memadukan Tuntutan Akademik dan Kaderisasi
Sebagai Wakil Rektor III, Mawardi menerapkan kebijakan yang tegas namun visioner. Mahasiswa wajib mengikuti Darul Arqam Dasar (DAD) IMM sebagai prasyarat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN), Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), hingga penyusunan skripsi. Bagi calon pengurus lembaga kemahasiswaan, pelatihan Darul Arqam Madya (DAM) menjadi prasyarat.
“Ini cara kami memastikan mereka tidak hanya pintar, tetapi juga punya karakter kepemimpinan yang islami,” tegasnya.
Ia juga menggelorakan program Al-Islam Kemuhammadiyahan (AIK) melalui pengajian rutin, Baitul Arqam, dan mendorong mahasiswa terlibat aktif di cabang atau ranting Muhammadiyah. Tak hanya itu, alumni ia libatkan sebagai mitra strategis—bukan sekadar jaringan pasif, tetapi pendamping dalam pelatihan, jejaring karier, hingga pemberdayaan masyarakat.
Di tengah gempuran teknologi, Mawardi sadar betapa mudahnya nilai-nilai tradisional tergerus. Namun, ia menolak antipati terhadap modernitas. “Kita harus adaptif, tapi tidak kehilangan jati diri. Digitalisasi justru bisa menjadi media dakwah,” katanya.
Bagi Mawardi, tugasnya bukan hanya tentang menyusun program, tetapi mewariskan nilai. “IPK tinggi saja tidak cukup. Mahasiswa harus pulang dari sini dengan dua modal: kompetensi dan integritas keislaman,” katanya. Di tangan doktor yang pernah membesarkan FAI ini, Unismuh tidak hanya mengejar panggung akademik Asia, tetapi juga merawat identitasnya sebagai kampus yang bernafaskan dakwah.