BERITA KAMPUS

Pengamat Ekonomi Unismuh: Efisiensi Anggaran 2025 Berisiko Perlambat Pertumbuhan Ekonomi

UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Dalam wawancara eksklusif di TVRI Sulawesi Selatan, Arman Patang berbincang dengan Abdul Muttalib dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar mengenai kebijakan efisiensi anggaran pemerintah tahun 2025. Kebijakan ini ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang menargetkan penghematan sebesar Rp306,7 triliun dengan strategi multidimensi, Jumat 07 Februari 2025.

Salah satu langkah utama dalam kebijakan ini adalah restrukturisasi belanja rutin, dengan memangkas 50% anggaran perjalanan dinas, kegiatan seremonial, serta pengadaan alat tulis kantor (ATK). Selain itu, pemerintah juga mendorong transformasi digital birokrasi melalui implementasi e-government untuk meningkatkan efisiensi administrasi dan mengurangi biaya operasional.

Dalam upaya reformasi kelembagaan, pemerintah menyederhanakan struktur birokrasi dengan optimalisasi sumber daya manusia, termasuk moratorium penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) dan realokasi pegawai. Kerja sama dengan pihak swasta (public-private partnership/PPP) juga diintensifkan untuk proyek infrastruktur strategis.

Namun, kebijakan efisiensi anggaran ini tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu yang disoroti adalah potensi perlambatan ekonomi akibat pemangkasan anggaran, terutama di sektor-sektor yang bergantung pada proyek pemerintah. Pemotongan 90% anggaran ATK dan 56,9% kegiatan seremonial dinilai dapat berdampak pada industri percetakan, perhotelan, dan transportasi darat, yang banyak melibatkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pemerintah pun menyiapkan berbagai strategi mitigasi untuk menekan dampak negatif kebijakan ini, seperti stimulus fiskal selektif bagi UMKM, percepatan proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), serta adopsi sistem e-government yang lebih luas. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan 30% dari dana efisiensi untuk program padat karya dan subsidi bunga bagi UMKM, dengan harapan dapat menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1-5,3%.

Sulawesi Selatan dan Penguatan Ekonomi Lokal

Sebagai salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, Sulawesi Selatan memiliki sektor unggulan yang menjadi penopang utama perekonomian, di antaranya pertanian dan agroindustri, industri pengolahan, ekonomi biru, serta perdagangan dan logistik.

Sektor pertanian di Sulawesi Selatan berkontribusi sekitar 20% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan komoditas unggulan seperti padi, jagung, rumput laut, kakao, kopi, dan markisa. Namun, sektor ini menghadapi tantangan berupa penurunan luas lahan dan produktivitas padi yang terus berkurang sejak 2020. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah mulai menerapkan digital farming berbasis Internet of Things (IoT) guna mengoptimalkan sistem irigasi dan pemupukan, serta membangun modern rice milling plant untuk meningkatkan efisiensi distribusi beras.

Industri pengolahan juga menjadi sektor penting dengan kontribusi 35% terhadap PDRB. Strategi pengembangan sektor ini mencakup peningkatan alokasi anggaran riset, pembangunan klaster industri terintegrasi, dan penerapan standar ekspor pada produk olahan pertanian. Sementara itu, sektor ekonomi biru yang mencakup perikanan tangkap, ekowisata bahari, energi terbarukan kelautan, serta logistik maritim, terus dikembangkan melalui pembangunan hub logistik maritim di Makassar dan penguatan infrastruktur pendukung perikanan.

Dalam sektor perdagangan dan logistik, Sulawesi Selatan mencatat transaksi sebesar Rp88 miliar dari misi dagang antarprovinsi. Pemerintah daerah berupaya meningkatkan efisiensi sektor ini dengan mengembangkan kerja sama perdagangan antarprovinsi, digitalisasi pasar tradisional, serta optimalisasi posisi Makassar sebagai pusat distribusi untuk wilayah Indonesia Timur.

Tantangan dan Solusi Penguatan Ekonomi Sulawesi Selatan

Meskipun memiliki potensi ekonomi yang besar, Sulawesi Selatan juga menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5-5,3%. Salah satu tantangan utama adalah kerentanan terhadap perubahan iklim ekstrem yang berdampak pada produktivitas pertanian dan perikanan. Pada 2023, El Niño menyebabkan penurunan produktivitas padi sebesar 0,23% per tahun, sementara La Niña yang diperkirakan terjadi pada 2024 berpotensi memperparah kondisi tersebut. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah daerah mulai mengimplementasikan teknologi digital farming serta membangun fasilitas cold storage dan pabrik es di sentra perikanan guna meminimalkan risiko kerugian pascapanen.

Kendala lainnya adalah terbatasnya infrastruktur energi dan konektivitas logistik. Saat ini, kapasitas listrik Sulawesi Selatan hanya mencakup 78% dari kebutuhan industri pengolahan, sementara sekitar 40% jalan provinsi dalam kondisi rusak berat. Pemerintah daerah berupaya mengatasi permasalahan ini dengan membangun PLTU Barru berkapasitas 2×100 MW untuk meningkatkan pasokan energi serta merevitalisasi Pelabuhan Paotere guna menurunkan biaya logistik hingga 15%.

Selain itu, rendahnya literasi digital di kalangan petani dan nelayan menjadi tantangan lain yang harus segera diatasi. Saat ini, hanya 23% petani yang memahami teknologi pertanian presisi. Oleh karena itu, program pelatihan digital farming bagi 5.000 petani/kelompok tani dijalankan mulai 2025, bekerja sama dengan Telkom melalui platform digital Agree untuk memperluas akses pasar.

Dalam sektor kelautan, Sulawesi Selatan mengadopsi pendekatan ekonomi biru dengan menerapkan zonasi penangkapan ikan berbasis kuota, mengonversi 120 kapal tradisional ke teknologi ramah lingkungan, serta mengembangkan program pengelolaan sampah laut (marine debris management) di 24 wilayah pesisir. Dengan strategi ini, kontribusi sektor kelautan terhadap PDRB ditargetkan meningkat menjadi 25% pada 2026.

Pemerintah daerah optimistis bahwa dengan sinergi antara pemerintah, swasta, dan akademisi, atau yang dikenal sebagai konsep triple helix, Sulawesi Selatan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

Exit mobile version