January 13, 2025
JL. SULTAN ALAUDDIN NO. 259, Kec. Rappocini, Gunung Sari, Kota Makassar, 90221
NASIONAL

Kasus Diskriminasi Siswa Akibat Tunggakan SPP, Begini Tanggapan Sosiolog Pendidikan Unismuh Makassar

UNISMUH.AC.ID, Makassar – Seorang guru di salah satu SD Swasta, Medan, menghadapi sanksi tegas setelah memaksa seorang siswa duduk di lantai selama tiga hari karena menunggak SPP sebesar Rp180.000. Tindakan ini menuai kecaman luas dari masyarakat dan mencuat setelah video kejadian tersebut beredar di media sosial.

Kronologi Peristiwa

Pada 6 Januari 2025, Mahesa, siswa kelas IV, dihukum oleh wali kelasnya, Haryati, untuk duduk di lantai selama jam pelajaran sebagai bentuk sanksi atas tunggakan SPP selama tiga bulan. Selama tiga hari, dari pukul 08.00 hingga 13.00 WIB, Mahesa tetap dipaksa belajar dalam posisi tersebut.

Pada 8 Januari, ibu Mahesa, Kamelia, mengetahui perlakuan yang diterima anaknya dan langsung mendatangi sekolah. Ia menemukan Mahesa duduk di lantai dan merekam situasi tersebut. Setelah melaporkan kejadian ini kepada kepala sekolah, video tersebut menyebar di media sosial dan memicu kemarahan publik.

Pada 11 Januari, Yayasan Abdi Sukma membebastugaskan Haryati dari kegiatan mengajar. Ketua Yayasan, Ahmad Parlindungan, menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah inisiatif pribadi Haryati dan tidak sesuai dengan kebijakan sekolah.

Analisis Sosiolog Pendidikan

Sosiolog Pendidikan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr. Jamaluddin Arifin, M.Pd., menilai bahwa hukuman ini tidak hanya mencerminkan kurangnya kepekaan sosial seorang pendidik, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem pendidikan dalam melindungi hak-hak siswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Pendidikan itu dasarnya bertujuan memanusiakan manusia. Basis untuk melaksanakan proses pendidikan di dalamnya harus ada nilai-nilai kemanusiaan. Kemanusiaan inilah yang menjadi dasar persamaan hak untuk mengakses pendidikan, atau kesetaraan akses, baik bagi orang kaya maupun miskin,” tegas Jamaluddin.

Persamaan hak itu, kata Jamaluddin, diatur dalam UUD 1945, pasal 28C ayat 1, UUD 1945, yang berbunyi, “setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

Menurut Jamaluddin, tindakan diskriminatif guru tersebut, tidak hanya melukai psikologis anak, tetapi juga merusak nilai fundamental pendidikan sebagai hak semua warga negara tanpa diskriminasi,” ujar Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar itu, pada Senin, 13 Januari 2024.

Ia menjelaskan bahwa perlakuan tersebut dapat menimbulkan stigma mendalam bagi siswa yang dipermalukan di depan teman-temannya. Rasa malu yang berkepanjangan dapat memengaruhi kepercayaan diri anak dalam jangka panjang, sehingga berpotensi menghambat perkembangan emosional dan akademiknya.

Selain itu, kasus ini mencerminkan bagaimana beban finansial dalam pendidikan sering kali menjadi penghalang yang tidak semestinya, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas.

Tawaran Solusi

Jamaluddin menekankan bahwa diperlukan regulasi yang lebih tegas untuk mencegah insiden serupa di masa depan. Ia mengusulkan agar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan aturan yang melarang segala bentuk hukuman berbasis ekonomi terhadap siswa. Regulasi ini juga harus mencakup sanksi yang jelas bagi pendidik maupun institusi pendidikan yang terbukti melanggar.

Lebih lanjut, ia menyoroti perlunya program bantuan pendidikan yang lebih merata dan transparan. Pemerintah, terutama di tingkat daerah, harus memastikan ketersediaan subsidi pendidikan bagi siswa kurang mampu, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.

Jamaluddin juga menggarisbawahi pentingnya pelatihan etika profesional dan kepekaan sosial bagi para guru. Ia berpendapat bahwa pelatihan ini harus menjadi bagian dari pengembangan kapasitas tenaga pendidik, sehingga mereka mampu menghadapi tantangan sosial siswa dengan bijaksana.

Di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unismuh Makassar, kata Jamaluddin, penguatan kapasitas tersebut bagian dari Capaian Pembelajaran Lulusan di 11 Prodi yang ada.

“FKIP Unismuh siap jadi mitra pemerintah untuk penguatan kapasitas guru, agar kejadian ini tidak terulang pada masa mendatang,” pungkas Jamaluddin.

Jamaluddin berharap bahwa insiden ini dapat menjadi momentum untuk mereformasi sistem pendidikan di Indonesia. Ia mendorong pemerintah, sekolah, dan masyarakat, termasuk perguruan tinggi, untuk bersama-sama menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan adil.

“Pendidikan harus menjadi ruang bagi semua anak bangsa untuk berkembang, bukan tempat di mana mereka merasa terpinggirkan karena keadaan ekonomi,” tutupnya.