OPINI KAMPUS

Literasi di Era Paradigma Baru, Merengkuh Dunia Dengan Membaca

Oleh: Prof. Dr. Eny Syatriana S.Pd., M.Pd.
Guru Besar Universitas Muhamamadiyah Makassar

Buku adalah jendela dunia bukanlah ungkapan yang berlebihan. Sebab, membaca buku merupakan sumber nutrisi bagi otak yang membuat seseorang berwawasan luas hingga mampu merengkuh dunia. Seperti yang dilansir pada Hari Buku Nasional (harbuknas) yang dirayakan setiap tahun pada tanggal 17 Mei 2024, sebagi momen penting untuk meningkatkan minat baca di kalanagan masyarakat, terutama di kalangan anak, remaja dan Mahasiswa.

Ada banyak orang-orang dewasa negeri ini yang bahkan belum tentu membaca satu buku setiap tahunnya. Sementara di kalangan remaja, mereka lebih menyukai bermain game online lewat smartphone.Tak heran kalau akhirnya Indonesia ada di posisi 10 besar terbawah dalam tingkat literasi.

Negara-Negara Maju Punya Minat Baca Tinggi
Memiliki lebih dari 272 juta penduduk, Indonesia adalah negara berkembang yang begitu muram dalam urusan membaca. OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) sempat merilis laporan PISA (Program for International Student Assesment) pada tahun 2019, menyebutkan jika Indonesia ada di peringkat ke-62 dari 70 negara berdasarkan peringkat literasi.

Untuk literasi membaca, peringkat Indonesia di PISA 2022 naik 5 posisi dibanding sebelumnya. Untuk literasi matematika peringkat Indonesia di PISA 2022 juga naik 5 posisi,sedangkan untuk literasi sains naik 6 posisi,jelasnya, Peningkatan posisi Indonesia pada PISA 2022 mengindikasikan resiliensi yang baik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Skor literasi membaca internasional di PISA 2022 rata-rata turun 18 poin, sedangkan skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 12 poin, yang merupakan penurunan dengan kategori rendah dibandingkan negara-negara lain.

Berdasar pada megatrend dunia melansir banyak negara yang masih memiliki tingkat literasi yang rendah, salah satunya Indonesia.

Kegiatan membaca tak dapat dipungkiri masih kurang diminati oleh kebanyakan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah membuat banyak program-program literasi di semua tingkatan pendidikan.

Namun, langkah tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik lantaran masih banyak siswa yang kurang memiliki niat untuk membaca, karena mereka lebih memilih untuk melakukan aktivitas-aktivitas lain daripada membaca.

Padahal luasnya wawasan pengetahuan suatu bangsa erat kaitannya dengan kemajuan yang dicapai bangsa itu. Korelasi ini tercermin dari minat dan budaya membaca yang kuat dari warga negara-negara dengan indeks literasi tertinggi di dunia.

Sementara di negara-negara lain, program literasi sudah lama diadakan dan tingkat literasinya pun tinggi. Berikut ini adalah lima negara yang memiliki tingkat literasi tertinggi di dunia.

1.FILANDIA

Finlandia tercatat sebagai salah satu negara yang menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya. Kegiatan tersebut didukung oleh 738 perpustakaan yang terbagi menjadi perpustakaan umum dan perpustakaan universitas di seluruh Finlandia. Belum termasuk 140 perpustakaan keliling yang melayani masyarakat yang berada di perdesaan atau kota-kota kecil.

Jumlah tersebut tidak bisa dibilang kecil apabila melihat jumlah penduduk Finlandia yang pada 2019 tercatat sebanyak 5,518 juta jiwa. Budaya membaca di Finlandia diwariskan turun temurun melalui dongeng sebelum tidur.

Selain memperkenalkan budaya membaca sejak dini, dongeng sebelum tidur juga bertujuan membentuk karakter positif pada anak. Dukungan Pemerintah Finlandia terhadap budaya membaca juga tercermin dari pemberian bingkisan paket perkembangan anak kepada keluarga yang baru memiliki bayi.

Selain keperluan bayi seperti pakaian dan mainan, di dalamnya terdapat buku bacaan untuk orang tua beserta bayinya. Sementara itu, sistem pendidikan di Finlandia ikut menumbuhkan budaya membaca lewat tugas membaca satu buku dalam sepekan.

Kemudian yang tak kalah menarik adalah tidak adanya alih suara untuk program televisi berbahasa asing untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat masyarakat Finlandia, terutama anak-anak.

  1. Belanda Sama seperti Finlandia,

Belanda menjadi salah satu negara yang menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Bayi-bayi yang ada di Belanda ketika berusia empat bulan otomatis mendapatkan formulir keanggotaan perpustakaan umum. Formulir keanggotaan yang dikirimkan ke rumah masing-masing bayi itu juga dilengkapi dengan seperangkat buku bacaan untuk bayi dan orangtuanya.

Setelah formulir diisi dan diberikan ke petugas perpustakaan umum, barulah orang tua bisa mengajak bayinya dan meminjam buku secara cuma-cuma. Sebagai catatan, keanggotaan perpustakaan tersebut berlaku sampai dengan usia anak menginjak 18 tahun.

Adapun, sistem pendidikan di Belanda berupaya menumbuhkan minat baca anak-anak lewat kewajiban membaca buku setiap pagi sebelum mengawali pelajaran dan sore hari sebelum pulang. Selain itu, sekolah-sekolah di Belanda juga membuat agenda rutin kunjungan ke perpustakaan umum. Terdapat 763 perpustakaan umum di Belanda untuk melayani penduduk sebanyak 17,6 juta jiwa.

Kemudian, ada pula De National Voorleesdagen atau Pekan Membaca Nasional yang diadakan sekali dalam setahun selama 10 hari pada bulan Januari-Februari yang didukung oleh seluruh elemen masyarakat di seluruh penjuru Negeri Kincir Angin. Selain mengumumkan 10 buku terbaik tahunan, Pekan Membaca Nasional juga menjadi momentum masyarakat untuk mendapatkan buku-buku baru secara cuma-cuma dengan menukarkan buku lamanya.

  1. Swedia Tak jauh berbeda dengan Finlandia,

Swedia—yang termasuk dalam negara-negara Skandinavia—memberikan buku bacaan dalam paket bingkisan kepada keluarga yang baru memiliki bayi. Tentu tujuannya adalah menumbuhkan budaya membaca sejak dini. Di Stockholm saja terdapat 51 perpustakaan umum untuk melayani penduduk yang jumlahnya hanya 2,3 juta jiwa.

Jumlah buku yang bisa dipinjam setiap orang mencapai 50 buku dengan lama waktu peminjaman selama enam pekan. Bukan jumlah yang sedikit dan waktu yang sebentar dibandingkan dengan perpustakaan umum di Indonesia. Masyarakat Swedia juga punya budaya yang unik terkait dengan membaca. Mereka senang meninggalkan buku yang sudah selesai dibaca di tempat tertentu dengan catatan kecil bertuliskan “apakah kamu mau membaca buku ini?”.

Tujuannya sangat mulia, berbagi ilmu lewat buku yang nantinya akan dibaca orang lain. Gerakan tersebut mengajak orang-orang untuk memberikan buku secara gratis dengan cara menaruh buku di tempat yang gampang ditemukan, contohnya di bangku taman atau halte bus.

  1. Australia

Salah satu upaya Australia untuk menumbuhkan budaya membaca sejak dini juga dilakukan lewat pemberian buku dalam paket bingkisan untuk keluarga yang baru memiliki bayi. Hal tersebut pertama kali diimplementasikan oleh negara bagian New South Wales pada Januari 2019 yang kemudian diikuti oleh negara bagian Victoria pada Juli 2019.

Adapun, jauh sebelumnya terdapat program tantangan membaca atau Reading Challenge untuk memotivasi orang tua menanamkan budaya membaca dalam keluarga, khususnya anak-anak. Ada beberapa program reading challenge yang bisa diikuti, seperti 1000 books before school, program tantangan membaca untuk anak usia 0-5 tahun dengan ketentuan harus menyelesaikan target membaca sebanyak 1000 buku sebelum usia anak menginjak 5 tahun.

Selain itu, ada pula program tantangan membaca tahunan, yaitu Premiers’ Reading Challenge. Program ini diperuntukkan untuk anak usia 0-15 tahun. Kemudian ada pula kegiatan home reading atau membawa pulang buku dari sekolah untuk dibacakan menjelang tidur dan program Australian Reading Hour.

Melalui program tersebut orang tua diminta untuk meluangkan waktunya selama satu jam khusus untuk membaca, atau membacakan buku kepada anak-anak. Terakhir yang tak kalah menarik adalah jumpa penulis atau kegiatan Meet the Writers dan Book Week Parade di sekolah-sekolah Negeri Kanguru sebagai bentuk apresiasi terhadap minat baca anak-anak.

  1. Jepang

Tingginya minat baca masyarakat Jepang terlihat dari kebiasaan yang dilakukan ketika menunggu atau naik angkutan umum. Alih-alih menggunakan gawainya seperti masyarakat Indonesia, mereka lebih memilih untuk membaca buku, majalah, atau surat kabar. Jika diperhatikan kebanyakan buku yang diterbitkan di Jepang didesain dalam ukuran kecil, ringan, dan mudah dibawa kemana-mana.

Selain itu, buku-buku terjemahan dari bahasa asing juga dapat dengan mudah ditemukan. Selain itu, ada kebiasaan unik dari mencerminkan tingginya minat baca masyarakat Jepang. Kebiasaan tersebut adalah “tachi yomi” atau datang ke toko buku untuk membaca layaknya datang ke perpustakaan pada malam hari.

Sebagai catatan, toko buku di Jepang tutup lebih malam dibandingkan dengan pasar swalayan atau pusat perbelanjaan. Toko buku yang dimaksud tidak hanya toko yang menyediakan buku-buku baru tetapi juga buku-buku bekas. Sekilas kebiasaan ini seperti merugikan toko buku karena pengunjung datang hanya untuk membaca, tidak untuk membeli.

Namun, faktanya tidak demikian. Kedatangan pengunjung untuk “tachi yomi” berbanding lurus dengan penjualan buku lantaran masyarakat Jepang punya kecenderungan membeli bacaan lain selain buku yang mereka baca di toko buku.

Sehigga penulis menyimpulkan salah satu upaya memperbaiki sumberdaya bangsa ialah dengan meningkatkan prestasi akademik pembelajar. Prestasi akademik ialah hasil belajar yang diperoleh pembelajar setelah jangka waktu tertentu.

Prestasi akademik ini diperoleh dari berbagai mata pelajaran/kuliah yang kesemuanya memerlukan bacaan. Tidak satupun mata pelajaran yang tidak terkait dengan membaca; membaca menjadi dominator untuk semua mata pelajaran.

Membaca merupakn pintu masuk berbagai ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sumber daya bangsa yang dimaksud adalah bangsa Indonesia yang terdiri atas masyarakat pembelajar yang duduk di sekolah dasar, sekolah menengah, perguruan tinggi serta masyrakat lainnya; mereka harus menjadi sasaran penting, mutlak diberikan perhatian sebesar-besarnya agar mereka suka membaca, mencintai buku sehingga pada akhirnya dapat tercipta bangsa pembaca (a nation of readers), menjadi sumber daya manusia yang handal.

Rendahnya indeks prestasi pembelajar banyak disebabkan oleh rendahnya kemampuan membacanya. Ada keterkaitan antara pemahaman membaca dan hasil belajar pembelajar. Smith (2002:214) menyatakan bahwa “For one thing, we know it is higly related to academic grades.”

Di dalam buku teks, pembaca sering sukar menghubungkan arti dengan lambing kata, sukar menghubungkan arti dengan lambing kata, sukar mengevaluasi arti yang diberikan berdaasarkan konteks, sukar memilih arti kata yang tepat , sukar mengorganisir ide atau gagasan Kegiatan-kegiatan ini merupakan penghambat di dalam memahami teks bacaan.

Pemaahaman yang sukar terhadap ide penulis yang dituangkan di halaman cetak juga terjadi karena kurangnya motivasi membaca, ketidak keterampilan menggunakan strategi membaca, kebiasaan membaca kurang baik, sikap membaca yang tidak efektif, dan minat membca yang rendah.

Pada sikap membaca terjadi interaksi antara pembaca dan buku teks. Sikap membaca ini berbeda-beda pada setiap pembaca. Minat dan sikap sangat berhubungan erat. Sikap menggambarkan redisposisi umum, dan minat berada dalam redisposisi yang umum ini.

Kadang-kadang minat didefinisikan sebagai sikap positif terhadap sesuatu objek. Banyak penulis menyatakan bahwa minat baca mempengaruhi kemampuan membaca, Smith & Dechant (1961:275) yang menekankan “the importance of reader’s interest in promoting ability to read.”

Pada masyarakat yang makin kompleks, membaca berperan penting dalam memenuhi kebutuhan setiap pribadi dan dalam meningkatkan kesadaran dan pertumbuhan social. Membaca tidak hanya sekedar proses belajar mekanik untuk mengenal dan memaknai kata, tetapi juga terkait dengan efek pembentukan prilaku pembaca.

Membaca, bukan sesuatu yang dapat dikuasai dalam waktu secakap, tetapi ia adalah keterampilan yang secara terus menerus diperbaiki melalui praktek.Proses pengamatan, interpretasi, dan evaluasi terjadi dengan cepat dalam pikiran pembaca. Jumlah waktu yang digunakan bukan unsur yang penting, tetapi yang penting adalah partisipasi aktif dari pembaca. Banyak penelitian menunjukkan bahwa peranan guru sangat penting bagi pembelajar menjadi pembaca yang baik.

Malmquist (2023:142-155) menyatakan bahwa “Studies indicate that the teacher is a more important variable in reading instruction than are the teaching methods and instructional materials. “Selanjutnya GoldBecker (1975:4) menekankan bahwa guru memegang peranan penting dalam program membaca dengan mengatakan “The salient point remains that no reading program operates by itself. The teacher is still the single element who can determine success or failure of a reading program no matter where its emphasis lies.

“Oleh karena itu, seorang guru sangat perlu memahami tentang hakekat pengajaran (teaching), metode pengajaran termasuk strategi belajar mengajar, dan pengetahuan tentang siswanya. Selanjutnya seorang guru harus memiliki pengetahuan tentang teori belajar, dan semua informasi yang berkaitan dengan perkembangan pembelajar.

Gagasan/rekomendasi peningkatan gerakan membaca


Ada beberapa pihak yang terlibat dalam upaya menggerakkan tindakan membaca bagi bangsa, yaitu:

1.Orangtua

Membaca adalah fenomena budaya yang perkembangannya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain rumah dan lingkungan keluarga. Orang tua dan lingkungan keluarga memberikan pembelajaran pertama dan sekaligus mereka adalah guru pertama dalam membaca. Oleh karena itu, orang tua seharusnya memberi waktu anaknya membaca, menyediakan buku-buku bacaan yang disukainya, serta menjadi teladan dalam membaca atau sebagai orang tua yang senang membaca. Orang tua dapat menciptakan suasana yang memungkinkan anak membaca sekaligus mencintai kata, tulisan-tulisan atau buku-buku bacaan.

2.Guru/Dosen

Guru diharapkan memelihara suasana kelas yang disiplin, penuh semangat dan gairan membaca dan lingkungan kelas yang menjaga ketertarikan, minat, dan kebiasaan anak membaca. Selain itu, menjadikan membaca sebagai hiburan/rekreasi bagi pembelajar seharusnya menjadi tujuan penting bagi guru di sekolah.

3.Sekolah

Tiap tahun pendidikan sebaiknya memiliki perpustakaan dengan pengelolaan (management) yang baik dan berbagai jenis bahan bacaan yang menarik sesuai dengan tingkat pendidikan anak. Ruang kelas sekolah perlu dilengkapi dengan book stand sebagai tempat buku bacaan anak.

4.Pembelajar

Pembelajar seharusnya meluangkan waktunya banyak membaca bebaas (independent reading). Membaca bebas, apa di sekolah atau di luar sekolah bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan membaca. Independent reading porsinya sebaiknya dia atas porsi mengerjakan latihan-latihan melengkapi pada buku kerja (workbook) atau lembar kegiatan siswa (skill sheets). Anderson (1985:119) menyarankan agar “children should spend less time completing workbooks and skill sheets”

Selain itu, latihan menulis dapat pula dikerjakan karena dapat meningkatkan kemampuan membaca. Kompetensi membaca memerlukan waktu latihan dan suasana pembelajaran yang mendukung. Membaca menjadikan anak dan bangsa pintar dan cerdas.

5.Pemerintah

Manusia lahir dilengkapi dengan potensi membaca; oleh karena itu, program gerakan membaca sebaiknya dimulai di rumah oleh orang tua, lalu di sekolah oleh guru, kemudian di masyarakat umum (citizen) oleh pemerintah. Untuk merealisasikan ini, pemerintah baik pusat maupun daerah direkomendasikan menyediakan sarana dan prasarana membaca yang memadai.

Idealnya, perpustakaan sebagai taman bacaan warga dibangun pada setiap kecamatan dengan koleksi buku bermutu dan menarik seusai dengan tingkatan pendidikan anak. Pengelolaan perpustakaan didisain sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suasana pembelajaran oleh pengunjungnya karena adanya daya tarik atau pesona yang dimiliki perpustakaan yang mempunyai daya tarik baca.

Perlu ada keseriusan dari pemerintah untuk membuat program nasional, Indonesia Gemar Membaca dengan membentuk komisi membaca (commission on reading) bersama perguruan tinggi pendidikan di Indonesia.

Menjadikan Indonesia sebagai negara gemar membaca seharusnya menjadi tujuan utama pemerintah. Untuk merealisasikan Indonesia sebagai a nation of readers, guru yang terbaik dan pemerintah yang bijaksana seharusnya berperan aktif mengerakkan program gerakan membaca di seluruh wilayah nusantara. Hanya dengan partisipasi guru yang baik di sekolah di seluruh wilayah nusantara dan pemerintah yang bijaknsana yang dapat menuntun bangsa gemar membaca.

Dalam menyukseskan program pemerintah kota, Gerakan Makassar Gemar Membaca serta dalam mewujudkan makassar sebagai kota pendidikan, Pemerintah Kota atau lembaga pendidikan terkait sebaiknya bekerja sama dalam menggerakkan program tersebut dengan berbagai kegiatan survey atau penelitian yang akan melahirkan beberapa rekomendasi untuk ditindak lanjuti bersama sehingga tujuan program tersebut dapat tercapai.

Program Gerakan Makasaar Gemar membaca perlu selalu digerakkan atau dikembangkan. Akhirnya, secara ringkas saya kemukakan bahwa unsur-unsur model pengembangan yang dapat menjadikan a nation of readers adalah: (1) pemerintah yang bijak, (2) guru yang baik, (3) sarana dan prasarana yang memadai, (4) partisipasi masyarakat yang maksimal, termasuk orang tua dan pembelajar. Mereka seharusnya menjadi satu team yang kompak dan padu dalam mewujudkan a nation of readers.

Sehingga rekomendasi yang terlihat pada lima negara dengan literasi yang tertinggi bisa diadopsi untuk mencerahkan bangsa Indonesia sebagai paradigma baru dalam bertrasformasi pada Pendidikan tinggi dapat tercapai dengan upaya kosnsistensi dilakukan sebagai investasi Pendidikan Tinggi semakin meningkta dalam rangka tujuan pembenagunan yang berkelanjutan (SDGs).

Exit mobile version