January 7, 2025
JL. SULTAN ALAUDDIN NO. 259, Kec. Rappocini, Gunung Sari, Kota Makassar, 90221
NASIONAL

Kapan Puasa dan Lebaran Idul Fitri 2025? Begini Penetapan Muhammadiyah dan Pemerintah

UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah menetapkan awal puasa Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Hal itu dapat dilihat pada Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang telah diluncurkan Muhammadiyah sejak 1 Muharram 1446 Hijiriah lalu.

Menariknya, kalender Hijriah terbitan Kementerian Agama (Kemenag) juga menunjukkan potensi awal Ramadan pada tanggal yang sama, yaitu 1 Maret 2025. Hal ini membuka peluang bahwa awal Ramadan antara pemerintah dan Muhammadiyah berpotensi serentak tahun ini. Meski demikian, Keputusan Pemerintah, tetap mesti melalui mekanisme Sidang Isbat.

Bagaimana dengan Idul Fitri? Menurut KHGT Muhammadiyah, Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Ahad, 30 Maret 2025. Sementara itu, kalender Hijriah Kemenag menunjukkan tanggal 30 Maret sebagai hari ke-30 puasa Ramadan, dengan potensi Idul Fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.

Mengapa Muhammadiyah Memillih KHGT?

Muhammadiyah telah menerapkan KHGT untuk menggantikan kriteria wujudul hilal dalam menentukan awal bulan Hijriah di penanggalan Islam. Dikutip di laman resmi Muhammadiyah, konsep KHGT ini digunakan Muhammadiyah dengan mengadopsi ‘Kriteria Turki 2016’ atau hasil forum Muktamar Kalender Islam Global yang digelar di Turki pada tahun 2016.

Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Prof Syamsul Anwar, KHGT penting diimplementasikan untuk menyatukan penanggalan umat Islam di seluruh dunia. Kalender ini dirancang agar satu hari memiliki tanggal yang sama di seluruh dunia, sehingga mengakhiri perbedaan dalam penentuan awal bulan hijriah.

“KHGT adalah upaya mutakhir umat Islam untuk menyatukan penanggalan mereka. Dengan kalender ini, tanggal baru Hijriah jatuh pada hari yang sama di seluruh dunia,” kata Syamsul dalam pernyataannya yang dilansir dalam laman Suara Muhammadiyah.

Sebagai contoh, 1 Syawal 1548 H, yang diperkirakan jatuh pada Jumat, 17 Maret 2124 M, akan dirayakan serentak di Ohio (Amerika Serikat), dan Sydney (Australia). Namun, jika menggunakan kalender lokal, perbedaan tetap terjadi. Misalnya, menurut kalender Kemenag di Indonesia, 1 Syawal jatuh pada 18 Maret 2124 M, satu hari setelah KHGT.

Menurut Syamsul, parameter KHGT mengadopsi konsensus internasional yang disepakati dalam Kongres Penyatuan Kalender Hijriah di Istanbul pada 2016. Beberapa parameter utama KHGT adalah seluruh bumi sebagai satu matlak (zona waktu), ketinggian bulan minimal 5°, dan elongasi 8° sebelum pukul 00:00 UTC. Dengan standar ini, KHGT dianggap lebih universal dibandingkan kalender berbasis lokal.

Menyatukan Hari Ibadah

Syamsul menjelaskan, KHGT sangat penting untuk menyatukan hari-hari ibadah umat Islam, terutama yang lintas kawasan seperti puasa Arafah. “Puasa Arafah sering kali tidak bertepatan dengan waktu wukuf di Arafah karena perbedaan kalender. KHGT dapat menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.

Muhammadiyah telah mendukung penerapan KHGT melalui keputusan Muktamar Ke-47 di Makassar pada 2015 dan ditegaskan kembali dalam Muktamar Ke-48 di Surakarta pada 2022. Dalam keputusan tersebut, Muhammadiyah berkomitmen mendukung sistem kalender internasional yang unifikatif untuk menyatukan hari-hari ibadah.

Menurut Syamsul, ada dua pendekatan untuk penyatuan kalender: lokal atau global. Penyatuan lokal berisiko sulit diadaptasi oleh umat Islam di luar Indonesia. Sementara itu, pendekatan global lebih memberikan keuntungan karena dapat diterapkan secara universal.

“Penyatuan lokal mungkin memudahkan dalam negeri, tetapi tidak relevan bagi dunia internasional. Dengan KHGT, kita menyatukan internal Indonesia sekaligus membuka peluang untuk diikuti oleh umat Islam global,” jelasnya.

Selain itu, KHGT dianggap sebagai kontribusi umat Islam Indonesia dalam menyatukan tata waktu umat Islam dunia. Oleh karena itu, Syamsul menekankan pentingnya sosialisasi intens untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang KHGT.

“Muhammadiyah telah memutuskan penerapan kalender global ini. Langkah berikutnya adalah meningkatkan literasi masyarakat tentang konsep dan pentingnya KHGT,” tutup Syamsul.

Bagi Muhammadiyah, penetapan awal Ramadhan bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga manifestasi dari nilai-nilai Islam berkemajuan yang mengedepankan keilmuan, kemaslahatan, dan persatuan umat Islam di seluruh dunia.