UNISMUH.AC.ID, MAKASSAR – Wacana Menteri Agama, Prof. Nasaruddin Umar, tentang meliburkan kegiatan belajar-mengajar selama sebulan penuh di bulan Ramadan menuai tanggapan dari berbagai pihak. Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr. Amirah Mawardi, memberikan pandangannya terkait kebijakan itu.
Amirah menekankan relevansi libur Ramadan untuk lembaga pendidikan Islam sekaligus menawarkan alternatif solusi. Menurutnya, libur Ramadan sangat relevan, khususnya bagi lembaga pendidikan Islam seperti MI, MTs, dan MA.
“Ini adalah momen positif bagi peserta didik untuk kembali ke madrasatul ulaa, yaitu keluarga mereka sebagai pendidik pertama dan utama. Selain itu, libur Ramadan memungkinkan siswa mempraktikkan ilmu agama seperti berceramah, tadarus Al-Qur’an, dan keterampilan amaliyah Ramadan lainnya,” jelasnya, saat dikonfirmasi, Sabtu, 4 Januari 2024.
Dampak Positif dan Tantangan
Meski dinilai bermanfaat bagi pendidikan agama, kebijakan ini juga menimbulkan tantangan, terutama bagi sekolah umum. “Untuk sekolah umum, libur penuh Ramadan dikhawatirkan membuat anak-anak usia sekolah kurang terkontrol. Oleh karena itu, sekolah perlu mengadakan kegiatan seperti pesantren kilat atau program pembentukan karakter untuk menjaga produktivitas mereka,” tambah Dr. Amirah.
Lebih lanjut, Amirah menjelaskan bahwa kebutuhan siswa di madrasah dan sekolah umum terkait libur Ramadan memang berbeda. “Bagi madrasah, libur penuh Ramadan sudah menjadi kebutuhan sejak masa Orde Baru. Namun, untuk sekolah umum, Ramadan justru menjadi waktu yang baik untuk memperbanyak kegiatan seperti pesantren kilat, manajemen qalbu, dan pembiasaan amaliyah Ramadan,” ujarnya.
Peran Orang Tua dan Masyarakat
Amirah menekankan pentingnya peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung pendidikan anak selama Ramadan. “Orang tua, sebagai pendidik informal, memiliki kesempatan emas untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak mereka selama libur Ramadan. Sementara itu, tokoh masyarakat seperti ulama, pemuda, dan tokoh adat dapat berperan aktif mengontrol dan membimbing anak-anak usia sekolah melalui kegiatan keagamaan di lingkungan masing-masing,” ungkapnya.
Jika kebijakan libur penuh tidak diberlakukan, Amirah menyarankan sekolah untuk memperbanyak program seperti tahsin Al-Qur’an, kajian buka puasa, pelatihan kepemimpinan, dan kegiatan sosial seperti kunjungan ke panti asuhan. “Kegiatan ini tidak hanya membangun karakter siswa, tetapi juga mendukung pembelajaran berbasis praktik,” tambahnya.
Pentingnya Sosialisasi
Amirah menekankan bahwa pemerintah perlu mensosialisasikan kebijakan ini secara komprehensif agar dapat diterima oleh masyarakat.
“Jika masyarakat memahami substansi dari kebijakan ini, mereka akan mendukung pelaksanaannya. Keterlibatan aktif masyarakat dan lembaga pendidikan juga menjadi kunci keberhasilan implementasi,” tegasnya.