UNISMUH.AC.ID, Makassar – Dalam dua pekan terakhir, empat kecelakaan bus rombongan study tour terjadi di berbagai lokasi. Selasa malam (21/5), bus SMP PGRI 1 Wonosari mengalami kecelakaan di Tol Jombang-Mojokerto menewaskan dua orang dan melukai belasan lainnya. Sehari setelahnya, bus study tour Madrasa Ibtidaiyah Negeri Pesisir Barat terjun ke jurang di Lampung (22/5).
Sebelumnya, bus SMP Negeri 3 Depok – Yogyakarta, tertimpa tiang listrik setelah tersangkut kabel di Bali (18/5), dan kecelakaan maut bus SMK Lingga Kencana di Ciater, Jawa Barat, (11/5) yang menewaskan 11 orang.
Maraknya kecelakaan bus rombongan study tour tersebut memicu seruan larangan kegiatan tersebut. Namun, Hadisaputra, Pengamat Sosiologi Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, menilai solusi larangan tersebut kurang tepat.
Menurutnya, study tour bukan sekadar rekreasi, melainkan bagian integral dari pembelajaran kontekstual yang memberikan pengalaman belajar langsung di luar kelas, memperkaya pengetahuan akademik, serta mengembangkan keterampilan sosial dan emosional siswa.
“Dalam Sosiologi, ada teori Struktural Fungsional, yang memandang pendidikan sebagai institusi penting dalam mentransfer nilai dan norma sosial, serta mempersiapkan individu untuk peran mereka di masyarakat,” ungkap Dosen Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unismuh Makassar itu.
Menurut Hadi, hal itu pula yang menjadi ruh Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemdikbudristek belakangan ini. Oleh karena itu, larangan terhadap study tour, merupakan solusi semu yang justru merugikan siswa. Selain menghilangkan kesempatan belajar berharga, larangan ini juga berpotensi menurunkan motivasi belajar siswa.
Selain itu, Hadi menekankan bahwa study tour harus dipersiapkan secara matang, dari aspek tujuan pelaksanaan, hingga proses pelaksanaan.
“Jadi memang pihak sekolah harus mendesain study tour secara matang, dari aspek tujuan pelaksanaan, hingga proses pelaksanaan. Bukan sekadar rekreasi, dan yang pasti tidak memberatkan orang tua siswa. Jangan sampai study tour justru menjadi ajang pamer status sosial orang tua siswa, dengan melupakan substansi,” tegasnya.
Alih-alih melarang, Hadi mengusulkan fokus pada penguatan substansi Study Tour, dan peningkatan standar keselamatan.
Solusi Holistik
Terkait aspek keselamatan, Hadi menekankan pentingnya pendekatan holistik, kolaboratif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini.
Pertama, Hadi menekankan pentingnya regulasi ketat terkait kelayakan bus, terutama yang digunakan untuk perjalanan jarak jauh.
“Pengecekan rutin yang komprehensif, mulai dari kondisi rem, mesin, hingga sistem kelistrikan, harus menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan bus. Dinas perhubungan, harus melakukan pengawasan ketat, jangan terkesan cuci tangan setelah ada kejadian,” ujarnya.
Kedua, soal sertifikasi dan kompetensi pengemudi. Seleksi ketat dan pelatihan berkelanjutan bagi pengemudi bus, kata Hadi, jug perlu mendapat perhatian khusus.
“Kompetensi pengemudi tidak hanya soal kemampuan mengemudi, tapi juga aspek psikologis dan kesehatan,” jelas Hadisaputra.
Pemeriksaan kesehatan rutin dan pemantauan berkala oleh perusahaan bus juga menjadi hal yang tidak bisa ditawar.
Ketiga, Hadi menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor, seperti Dinas Perhubungan, Kepolisian dan Dinas Pendidikan. “Sanksi tegas bagi pelanggar aturan keselamatan harus diterapkan tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Keempat, edukasi publik mengenai pentingnya memilih transportasi yang aman juga menjadi kunci. “Hal ini harus dipahami pihak sekolah, maupun orang tua siswa, sebelum study tour,” urai Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah Sulsel itu.
Terakhir, Hadi menyinggung soal pemanfaaatan teknologi. “Implementasi teknologi seperti GPS dan sistem monitoring dalam bus dapat memberikan pengawasan real-time dan data berharga untuk evaluasi pada masa mendatang, seperti memantau sopir yang ugal-ugalan,” tukasnya.
Hadi menegaskan bahwa keselamatan perjalanan, seperti study tour, memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan regulasi ketat, pengawasan berkelanjutan, dan partisipasi aktif semua pihak.
Dengan mendorong solusi komprehensif ini, kata Hadi, diharapkan keselamatan siswa dapat terjamin tanpa mengorbankan kesempatan mereka mendapatkan pengalaman belajar yang berharga.